Laman

  • HOME
  • LOMBA BLOG
  • ARTIKEL
  • TUTORIAL
  • JUAL SUPERGREENFOOD

Komik MTGW

Moocen Susan | Minggu, Juli 06, 2014 | 4 Comments so far
Iseng-iseng bikin komik tentang Mario Teguh Golden Ways. diposting di blog aja ya hihi..: 




Peran Blogger Atasi Stigma Negatif dan Diskriminasi Pasien TB

Moocen Susan | Minggu, Juli 06, 2014 | Be the first to comment!
   Terkadang saat kita diberi kesehatan dan melihat ada seseorang yang sakit apalagi tidak sembuh-sembuh membuat kita memiliki stigma negatif pada orang tersebut. Kadang kita juga berpikir “Sakit kok aneh gitu sih? Kayak diguna-guna/ disantet, dll” 


    Kita jadi takut mendekat atau bergaul dengan orang itu karena takut ketularan penyakitnya. 

   Munculnya stigma/ pandangan dan pemahaman yang salah kaprah terhadap sesuatu hal akan membuat penderita merasa terdiskriminasi. Demikian juga stigma negatif terhadap pasien TB, diantaranya yaitu : 

1. Ada yang bilang TB itu penyakit keturunan. Benarkah itu? Hanya karena jika dalam satu keluarga kena TB semua lalu dibilang TB penyakit keturunan? Itu tidak benar. Logikanya seperti ini: TB itu kan memang bisa menular, apalagi penularannya cepet banget yaitu melalui udara, bersin, dahak penderita yang terpercik saat ia batuk. 

   Nah, kuman TB itu dihirup oleh orang terdekat dengan penderita. Sedangkan hubungan yang terdekat kan di rumah/ dalam satu keluarga. Jadi wajar apabila dalam satu keluarga mudah ketularan TB. 

   Solusinya, anggota keluarga yang masih sehat harus tetap menjaga kesehatannya dengan makan makanan yang bergizi agar daya tahan tubuhnya kuat. Selain itu wajib menjaga kebersihan lingkungan rumah dengan memiliki ventilasi udara ruangan yang baik. 

   Sedangkan untuk penderitanya agar memakai masker atau menutup mulut saat batuk, membuang dahak pada tempat yang tepat, dan minum obat secara rutin dan tuntas agar cepat sembuh. Kesabaran dan kemauan yang kuat serta dorongan dari keluarga akan mempercepat proses penyembuhan. 

2. TB itu penyakit karena diguna-guna atau kutukan? Oh tentu tidak! 

   Kok bisa sih orang mikir TB itu karena kena guna-guna atau dikutuk? Ya, mungkin mereka berpikir begitu karena kadang kan pasien TB sering batuk-batuk dan muntah darah tiba-tiba sehingga penderitanya akan dikucilkan/ didiskriminasi karena dikira pernah melakukan kesalahan di masa lalu yang menyimpang. 

   Logikanya : batuk darah yang dialami penderita TB itu karena pembuluh darah dalam paru-parunya itu pecah akibat infeksi kuman TB saat dia batuk. 

   Kembali lagi solusinya adalah minum OAT secara rutin dan tuntas agar cepat sembuh. 

3. TB tidak bisa disembuhkan? Siapa bilang? 
 
   Memang, TB merupakan penyakit pembunuh nomor 1 diantara penyakit menular lainnya karena pasien TB yang tidak segera terdeteksi dan mendapat pelayanan kesehatan yang tepat serta tuntas bisa meninggal dunia. 

   Sebaliknya, jika pasien TB segera memeriksakan diri ke dokter dan mau minum obat dengan rutin dan tuntas pasti bisa sembuh. Hanya butuh waktu 6 bulan saja buat rajin minum obat. 

   So, yang sabar ya bagi penderita TB. Soalnya kalau tidak rutin minum obat akan menjadi kebal obat atau istilah medisnya MDR TB (multidrug resistance tuberculosis) yang mana butuh waktu lebih lama lagi (sekitar 2 tahun) untuk proses penyembuhannya. Bukti nyata TB bisa disembuhkan bisa dilihat di video berikut ini :


   Sebagai blogger, sangatlah tepat apabila kita menuliskan banyak konten tentang TB untuk mengedukasi khalayak yang belum paham benar tentang TB. Sehingga akan meminimalisir stigma negatif dan diskriminasi tentang pasien TB itu sendiri. 

   Jika orang sudah paham tentang TB, penyebab, dampak, dan cara menyembuhkannya tentu tak ada lagi stigma negatif dan diskriminasi yang merajalela di muka bumi ini disamping itu motivasi kepada para penderita TB akan membuat mereka lekas sembuh dan hal itu tentu saja berdampak positif dengan berkurangnya angka kematian akibat TB. 

   Yuk guys, jangan kucilkan lagi pasien TB sebaliknya rangkul dan beri motivasi agar mereka lekas sembuh dengan membaca artikel yang kita tulis. Oya, bagi teman-teman yang belum membaca serial 1-7 di postingan saya bisa membacanya disini :







Seri 7 : Masyarakat Peduli TB

Sumber referensi: 
http://www.tbindonesia.or.id/ 
http://www.lkc.or.id/ 

Cara Membayar Iuran BPJS lewat ATM BRI

Moocen Susan | Jumat, Juli 04, 2014 | 31 Comments so far
   Hari ini rencananya aku mau bayar iuran BPJS ke Bank. Tadinya aku nggak tahu kalau ternyata iuran BPJS bisa dibayarkan lewat ATM. Udah ngisi slip setoran + antri lama di bank, eh ternyata kata mbak kasirnya disuruh nunggu lagi karena bukanya aplikasinya lama lewat komputer. So, akhirnya aku disuruh bayar lewat ATM aja dibantu pak security. 
Begini caranya : 
  1. Masukan kartu ATM BRI 
  2. Ketik nomor PIN Anda 
  3. Pilih TRANSAKSI LAIN 
  4. Pilih PEMBAYARAN 
  5. Pilih LAINNYA 
  6. Pilih BRIVA 
  7. Pilih BPJS KESEHATAN 
  8. Ketik nomor virtual account Anda 
  9. Ketik nominal premi/ iuran Anda sesuai kelas. Kelas 1: Rp.59.500,- Kelas 2 : Rp. 42.500,-Kelas 3 : Rp. 25.500,- 
  10. Ambil kartu ATM anda kembali beserta slip bukti pembayaran briva. 
mudah sekali kan? cepet pula ga perlu antri lama di bank... :D. Oya, bayar iuran BPJS nya jangan lebih dari tanggal 10 tiap bulannya biar ga kena denda.

Hasil CT Scan Bapakku

Moocen Susan | Kamis, Juli 03, 2014 | 18 Comments so far
   Hari yang dinantikan tiba, Aku sengaja mandi lebih pagi agar bisa bersiap untuk mengantar bapakku ke ruang CT Scan. Rencana CT Scan jam 7/ 8 tapi perawat baru menjemput jam 09.30 WIB mungkin masih antri. Bapakku berbaring di tempat tidurnya sambil didorong masuk ke lift untuk naik ke lantai 3. Aku dan adikku mengikuti dari belakang. Baru kali ini aku tahu kalau CT scan itu ternyata memakan waktu sejam. 

   Siang harinya bapak diperbolehkan pulang. Hasil lab baru akan keluar keesokan harinya. Jadi hari itu kami berkemas dan pulang ke kos adikku. Besok aku harus mengambil hasilnya di ruang perawatan. Karena jadwal kontrol dokter 5 hari lagi jadi kami memutuskan untuk tinggal lebih lama di Semarang dulu daripada bolak balik Blora. Setelah menyelesaikan administrasi kami menuju ke kos adikku. Dengar-dengar biaya CT scan berkisar 3.5 jeti. Tapi oleh kemurahan Tuhan, it’s free for us. 

   Kami dijemput adikku dan temannya naik brompit lagi. Hari itu di kos an adikku aku berkenalan dengan teman-temannya. Di lantai 3 ada 3 orang cowok, di lantai 2 juga ada 3 cowok. Jadi selama 5 hari itu aku tinggal bersama 6 orang cowok di kos an adikku. Keesokan harinya aku diantar adikku mengambil hasil CT Scan dan lab. Dan inilah hasilnya : 

Pemeriksaan Hematologi Gol. Darah A Rhesus (+)

Kimia klinik : 
Ureum 18.5 mg/ dL (15.0 – 38.5) 
Kreatinin 0.8 mg/dL (0.8-1.3) 

Pemeriksaan Patologi Anatomi 
Makroskopik :
Diterima sediaan hapus FNA 4 slide 

Mikroskopik : 
Sediaan dari FNA transthoracal, berupa 4 slide preparat hapus: 
Sebaran difus eritrosit, sebaran moderat lekosit pmn 
Didapatkan kelompok-kelompok jaringan nekrotik 
Bersebukan sel radang limfosit dan lekosit pmn 
Tak didapatkan sel ganas pada sediaan ini 

Kesimpulan FNA Transthoracal : Radang non spesifik 

Pemeriksaan mikrobiologi, pengecatan Ziehl Nielsen Sample FNA BTA (-) negative 

Pemeriksaan CT scan Thorax dengan kontras multiplanar :
Mediastinum cenderung tertarik ke kiri 
Jantung dan pembuluh darah besar 
Atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan normal, ventrikel kiri tak membesar 
Septum interventrikel tak menebal 
Myocard tak menebal 
Setinggi trunkus pulmonal 
kaliber aorta ascenden, aorta descenden, trunkus pulmonal dan vena cava superior normal, 
descenden ascenden ratio normal 
Tak tampak pembesaran KGB 
Tak tampak efusi pericard 
Tak tampak massa mediastinal 
Kedudukan trachea normal, lumen tak tampak menyempit, tak tampak penebalan dinding 

Paru: 
Tampak volume loss paru kiri dengan infiltrate pada apeks dan basal paru disertai kalsifikasi 
Tampak infiltrate prominent apeks paru kanan serta infiltrate tersebar 
Bronkus utama kanan kiri tak menyempit, tampak pelebaran focal cabang-cabang bronkus kanan kiri 
Tak tampak massa paru 
Pleura basal kiri tampak menebal dengan collecting fluid 
Tak tampak destruksi tulang 

Kesan : 
Cenderung KP lama dengan infeksi sekunder disertai bronchiectasis dan pleuritis basal hemithorax kiri. 

   Selasa berikutnya 2 Juli, 2014 kami kembali mengantri dokter dari jam 8 pagi sampai 5 sore, untuk mendapat jawaban dokter. Kata dokter bapakku memang pernah kena flek paru tapi itu sudah sembuh, hanya saja bekas fleknya menimbulkan kerusakan paru yang sulit disembuhkan. 

   Dokter memberi bapakku obat hisap namanya Seretide DIskus Salmetrol xinafoate fluticasone propionate . Alat ini berisi tepung (serbuk warna putih) cara memakainya ditempelkan di mulut dan hisap/ tarik nafas tahan selama 5 detik dan hembuskan pelan-pelan. Rasanya manis dan 1 wadah berisi 60 obat. Sekali dibuka nomernya akan berkurang 1. Sehari 2x pagi dan sore. Harga obat ini Rp. 184.999,- 

   Selain itu bapak juga diberi kapsul berisi aminophyllin 200 mg dan salbutamol 4 mg yang terdapat dalam 1 kapsul. Hanya untuk 20 hari saja. Harus diminum rutin.

   Kebayang aku harus bolak balik Blora - Semarang selama 6 bulan untuk obat ini jika di blora tak ada obat ini. Memperhatikan jadwal minum obat bapakku memang sangat menantang buatku. Tak hanya itu saja, aku juga harus mengatur waktu dan mengurus surat tepat waktu agar tidak blong obatnya. Hmm… benar-benar butuh perhatian ekstra...

Perjalanan Berobat ke Semarang

Moocen Susan | Kamis, Juli 03, 2014 | Be the first to comment!
   Setelah semua surat-surat untuk keperluan berobat keluar kota kulengkapi, aku dan bapak berangkat ke Semarang pada Selasa minggu lalu. Kali ini kami tidak diantar paman lagi melainkan naik travel. Saat akan berangkat hatiku bergejolak rasanya capek tak ingin pergi keluar kota lagi tapi aku harus kuat demi bapakku. Di saat seperti itu Tuhan pun tahu, Dia menghibur hatiku. Surprised banget karena diluar dugaanku travel yang kutumpangi beda banget, bagus bak mobil pribadi. Hanya ada 5 orang penumpang disana. Dan yang membuatku semangat pergi karena ternyata sopirnya ganteng banget. Sungguh berbeda saat aku ke Solo minggu lalunya lagi, yang mana aku tepar dan muntah terus di mobil. 

   Meski terjadi kemacetan di dua titik dan mengakibatkan perjalanan Blora-Semarang yang seharusnya hanya 3-4 jam jadi 7 jam tapi aku sangat menikmatinya. Rupanya ini penghiburan dari Tuhan. Hati yang gembira bukan hanya menjadi obat yang manjur tetapi juga jadi anti mabok darat. 

   Kami berangkat jam 1 siang dan sampai Semarang jam 8 malam menuju kos an adikku. Kami tinggal di lantai 3 kamar teman adikku. Setelah melepas lelah, adikku mengajakku membeli makan di café langganannya. Disana aku bertemu dengan 3 orang teman adikku dan kami berkenalan. Aku tak makan disana karena ada bapak yang menunggu di kos. Jadi aku bungkus makanan itu agar bisa makan bersama bapakku. Setelah kenyang, kami pun beristirahat. 

   Keesokan harinya pagi-pagi kami harus ke rumah sakit untuk mendaftarkan bapak ke instalasi rawat jalan. Setelah surat-surat seperti fotokopi rujukan (dokter keluarga/puskesmas, RSU setempat, dan fotokopi kartu BPJS) kuserahkan ke petugasnya, aku mengambil nomor antrian dan mendaftar ke dokter spesialis. Menurut info dari rumah sakit, dokter hanya membatasi 3 orang saja yang bisa berobat gratis. 

   Sampai di rumah sakit jam 8 pagi hari itu sangat sepi. Sepertinya Tuhan memperlancar semuanya. Aku mendapatkan nomor urutan 1 yang mendapat gretongan berobat. Sedangkan periksa dokternya jam 5 sore. Karena jarak kos adikku ke rumah sakit cukup jauh, jadi kami memutuskan untuk menunggu dokternya di rumah sakit. Bisa dibayangkan dari jam 8 pagi sampai jam 5 nongkrong di rumah sakit. Demi pengiritan ongkos transport karena naik taxi kena Rp.21.000 sekali jalan. Untungnya waktu itu kami diantar adikku dan temannya naik brompit. Antri dokter ini harus ontime kalau ga bisa disuruh mundur 3 nomer, kan eman? 

   Demi tidak disuruh mundur, aku menahan kencing dan lapar. Waktu terasa lama sekali, dokter baru datang pada pukul 17.30. Setelah itu kami masuk dan dokter memeriksa bapakku. Malam itu juga dokter langsung suruh bapak opname untuk keperluan diagnosa cepat yang tidak bisa ditunda lagi. Rasa laparku tiba-tiba hilang ganti lemas, pusing, dan mual. Aku harus segera mengambil obat dan infus ke apotik dan mengurus pesan kamar. Antri obat juga lama, kepalaku makin pusing. 

   Setelah menunggu beberapa saat, obat dan infuse di tanganku dan kami memutuskan untuk makan malam dulu sebelum pesan kamar. Bapakku sering bingung menentukan menu makan kalau sudah masuk ke warung. Dia memperhatikan tulisan menu di layar penutup warung itu mau makan apa? 

   Kami sempat mendesak bapak untuk segera pesan makanan karena sudah lapar. Saat kami beradu pendapat, rupanya ada sepasang suami istri yang juga makan disana yang memperhatikan kami. Selesai makan, kami berbicang sebentar dan saat mereka hendak pulang, sang suami membayar semua makanan kami. Oh puji Tuhan, padahal kami tak kenal satu sama lain. Entah apa yang membuatnya menraktir kami waktu itu. 


   Usai makan, aku dan adikku menuju ke bagian administrasi untuk memesan kamar. Kelas 3 semalam bayar Rp. 132.000, biaya dokter Rp.72.000, kalau ruang isolasi kena 303.000 semalam. Aku sempat cemas dan takut kalau bapakku dimasukkan ke ruang isolasi karena penyakitnya bagian paru-paru dan pernah berobat TB. Tuhan kembali memperhatikan kami. Aku mendengar perbincangan pasien yang sulit mendapat kamar, membuatku makin takut. 

   Petugas administrasi meminta surat-surat rujukan, KTP asli dan kartu BPJS bapak. Dalam hati aku terus berdoa, supaya dapat kamar kelas 3. Kulihat petugasnya sangat sibuk di dalam memeriksa berkas-berkas pasien. Beberapa saat kemudian, salah satu petugasnya memberitahukan bahwa bapakku mendapat kamar kelas 3. Oh puji Tuhan, aku senang sekali. 

   Segera kuhampiri bapakku dan ada petugas yang membawa kursi roda untuk mengantar bapak ke kamarnya.meski kamar itu kelas 3 tapi sangat bersih dan bagus, bapakku mengira itu kelas 1. Rumah sakit ini memang sangat terkenal karena kebersihannya. Di kamar itu ada 6 bed, 1 TV LCD dan kamar mandi. Aku berulangkali dipanggil untuk tanda tangan berkas-berkas keperluan rawat inap. Pasang infuse juga dimintai tanda tangan, setelah mendengarkan informasi dari perawat aku juga harus tanda tangan. Adikku kembali ke kosnya dan membawakan kami baju-baju untuk tinggal di rumah sakit 2 hari. Dokter yang memeriksa kami akan tiba besok pagi untuk memeriksa bapakku. CT Scan dijadwalkan hari Kamis pagi.

SKS (Sistem Kebut Semalam)

Moocen Susan | Kamis, Juli 03, 2014 | 4 Comments so far
   Setiap aku berhasil menjadi juara kelas entah itu juara satu, dua, atau tiga, biasanya orangtuaku menraktirku makan rawon di restoran sebagai hadiah atas keberhasilanku. Bagi orang lain, mungkin hadiah itu terlalu sederhana, tetapi bagiku bisa makan rawon di restoran karena berhasil menjadi juara kelas itu adalah hal yang luar biasa. Maklum, keluarga kami hidup pas-pasan jadi hanya pada momen tertentu saja kami bisa makan di luar. 

    Sejak masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar pun, aku jarang membawa uang saku dari rumah. Bukan karena ibuku tidak pernah memberiku uang saku, melainkan karena bagiku jika sudah cukup kenyang makan dirumah maka tidak perlu membeli jajan di luar lagi. Sebetulnya, Ibu pernah memberiku uang saku namun kukembalikan lagi sewaktu pulang sekolah karena perutku masih kenyang. 

   Setiap pulang sekolah, ibu selalu memeriksa buku pelajaranku. Beliau selalu mengingatkanku untuk segera mengerjakan PR setiap mendapat tugas dari sekolah dan tidak boleh menunda-nunda dalam mengerjakannya agar tidak lupa. 

   Kebiasaan ini diterapkan oleh kedua orangtuaku sejak aku masih kecil. Karena sudah dibiasakan demikian, setiap ada tugas, otomatis aku kerjakan tanpa menunggu komando. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang. Setiap mendapat tugas, aku selalu menyelesaikannya tepat waktu. 

    Ketika akan ada ulangan di sekolah, aku menerapkan SKS (Sistem Kebut Semalam). Hehe…, kalau yang ini jangan dicontoh ya. Tetapi meski demikian untungnya nilai ulanganku lumayan juga. 

   Selama bersekolah di Sekolah Dasar hingga SMP kelas 1 memang aku tidak pernah menyontek karena kata guruku, menyontek itu sama artinya dengan mematikan pikiran kita. Tak pernah terbesit di benakku untuk menyontek. Tetapi entah mengapa, ketika aku duduk di bangku SMP kelas 2 mulai ada rasa penasaran ingin ikut-ikutan teman menyontek. 

   Waktu itu akan dilaksanakan ujian caturwulan pertama di kelas 2 SMP. Aku juga menerapkan SKS tetapi bukan SKS untuk belajar, melainkan SKS menulis contekan di kertas. Maklum baru pertama kali menyontek dan kurang berpengalaman jadi kutulis saja contekanku itu di buku kosong. Padahal pada umumnya, kalau membuat kertas contekan biasanya di kertas kecil-kecil. 

   Hari pertama ujian, aku berhasil menyontek dan tidak ketahuan guru pengawas. Oleh karena itu keesokan harinya aku mencoba menyontek lagi. Namun, ketika aku hendak mengerjakan soal nomor 1, aku sudah mulai membuka contekan, padahal sebenarnya tanpa menyontek pun aku bisa mengerjakannya. 

   Sebelum membuka buku contekan, aku memperhatikan sekelilingku. Kulihat guru pengawasnya tidak terlalu memperhatikan murid-murid yang lain. Seketika itu juga aku mulai beraksi, kuambil buku contekan yang kusembunyikan di laci meja. 

   “Srek….” 

   Ketika mendengar suara lembaran buku contekan yang kubuka, guru pengawas itu mengalihkan perhatiannya dan memandang ke arahku. “Wah, gawat ketahuan nih!” gumamku penuh ketakutan. 

   Guru pengawas itu dengan tenang menghampiriku dan mengambil buku contekan beserta kertas ujianku. Ia mencatat nomor urut ujianku. Ketika semua mata memandang ke arahku, perasaanku mulai diliputi ketakutan yang amat sangat. 

    Hanya rasa sesal bercampur malu yang tersisa saat itu. Yang lebih mengecewakan lagi saat itu ujian agama. Entah mengapa ujian agama bisa-bisanya aku menyontek dan ketahuan. Jumlah soal ujian agama itu ada 40 soal, tapi akhirnya tidak bisa kukerjakan semua karena baru nomor 1 sudah ketahuan guru pengawas kalau aku menyontek. 

    Perasaan bersalah itu terus menghantuiku. Tubuhku melemas dan pikiranku kacau. Aku sangat ketakutan jika aku akan dihukum. Hari itu bertepatan dengan pergantian kepala sekolah yang baru. Aku takut dipanggil ke kantor kepala sekolah gara-gara menyontek. Hingga aku berpikir yang tidak-tidak secara berlebihan, misalnya dikeluarkan dari sekolah. 

   *** 

   Keesokan harinya aku tidak berani menyontek lagi. Apa yang kutakutkan juga tidak terjadi. Hingga selesai hari terakhir ujian caturwulan pertama, aku kembali belajar seperti biasa. 

   Hanya saja ketika ada pelajaran agama, aku sangat takut ketika bertemu dengan guru agama di sekolahku. Beliau memang tidak terang-terangan menegurku atas ulahku kemarin. Namun, aku tahu bahwa beliau sedang menyindirku dan aku menerima semua itu karena memang aku yang bersalah. 

   Memang berbeda rasanya jika mengerjakan soal ujian antara belajar atau dengan menyontek. Ada kepuasan tersendiri ketika aku mengerjakan soal ujian dengan belajar, meskipun nilai yang kudapat kurang bagus. Namun, jika menyontek meski hasilnya bagus, yang ada hanya rasa tidak puas dan takut apalagi jika ketahuan seperti pengalamanku waktu itu. 

    Sejak peristiwa itu hingga aku lulus SMU, aku tak pernah lagi menyontek maupun berpikir untuk melakukannya lagi. Aku lebih merasa bersalah kepada diri sendiri dan terutama kepada Tuhan karena tidak menggunakan akal pikiranku untuk berpikir sebelum bertindak. Aku benar-benar menyesal atas apa yang telah kulakukan waktu itu.