Laman

  • HOME
  • LOMBA BLOG
  • ARTIKEL
  • TUTORIAL
  • JUAL SUPERGREENFOOD

Minta Obat Dahak Ke Puskesmas

Moocen Susan | Sabtu, Mei 31, 2014 | 1 Comment so far
   Mengingat pengalaman kemarin, saat dirujuk ke Solo dan ditolak gara-gara tidak membawa hasil lab BTA maka sebelum berobat ke Semarang aku berinisiatif meminta obat dahak dan periksa lab lagi ke Puskesmas. 

   Biasa kalau ke puskesmas daftar pake jamkesda asli dan 4 lembar fotokopi jamkesda aja. Pasien tidak terlalu ramai karena akhir pekan. Dokter yang menangani bapakku adalah dokter magang dan dia lebih teliti kalau meriksa. 

   Karena bapakku susah sekali mengeluarkan dahaknya padahal hasil lab dahak sangat diperlukan untuk menentukan jenis obat TB selanjutnya maka aku meminta dokter untuk memberikan obat pengencer dahak. Dan dia memberikan ke-4 jenis obat diantaranya : 

  • OBH sirup 3x1 
  • Obat batuk generik dari puskesmas (ga tau namanya) 3x1
  • Ambroxol sirup 3x2 
  • Hisdane 1x1 
Dan aku juga mencari tahu cara lain untuk mengencerkan dahak melalui fasilitas TT (tanya teman) via fb :D. Berikut ini caranya menurut mereka : 
  1. Coba kencur segengam kecil diparut diberi air hangat sedikit, peras dan saring, kira2 jd stgh cangkir, beri sedikt garam...kmdian diminum...biasanya sih klo ada dahak didlm bs keluar dg mudah...klo bs pagi ya... 
  2. Kumur2 pake air hangat di kasih garam secukupnya....terus kumur2nya di tenggorokan mbak...ulangi beberapa kali...30 menit kemudian dahak akan keluar dg sendirinya...coba dech,,,smoga berhasil.. 
  3. Minum segelas teh manis malam hari sebelum tidur. lakukan olahraga ringan seperti naik turun tangga, lari-lari kecil kemudian tarik nafas beberapa kali dan barulah dibatukkan. Minum tablet GG piles 200mg... healt messeger 
  4. punggungnya yang ditepuk2 terus diuapin/ nebulizer 
  5. Tiduran tanpa bantal.sediakan tempat ludah begitu ngalir diludahkan. nebulizer ok juga ke rumah sakit. atau kalau mau hemat nebulizer pakai air mendidih yg dituang di baskom beri daun sirih pas merebusnya pasien duduk menghadap baskom sambil kerudungan kain atau handuk biar uap nggak kemana mana (krukupan) hirup uap dgm hidung keluarkan udara melalui mulut. 
Ok, makasi teman-teman semua atas sarannya :D semoga bapakku bisa mengeluarkan dahaknya dan proses pengobatan bisa berjalan dengan lancar.

Kembali ke Blora

Moocen Susan | Jumat, Mei 30, 2014 | 6 Comments so far
   Hari ini aku mengantar bapakku kembali konsultasi ke dokter yang menangani bapakku semula. Jumat, 30 Mei 2014 tidak biasanya rumah sakit ramai pasien ga kayak hari Senin. Aku mengantri di ruang tunggu bersama bapakku. 

   Setelah mendapat panggilan ke poli dalam aku menceritakan ulang kejadian saat di Solo. Aku meminta rujukan ke RS. Kariadi Semarang saja karena setelah aku baca blog http://www.tbindonesia.or.id/tb-mdr/ ternyata RS Kariadi Semarang adalah salah satu rumah sakit dari 17 laborat yang menyediakan laboratorium pemeriksaan tes cepat Xpert MTB Rif. Selain itu kalau periksanya di Semarang tidak terlalu jauh buat adikku buat ikut menemani. Ya PW lah posisi wenak kalau di Semarang. Hehe, kenapa ga dari kemarin-kemarin ya?  :O

   Semoga kali ini perjuanganku tidak sia-sia lagi, dokter memberiku surat rujukan lagi untuk periksa ke dokternya langsung tanpa jamkesda untuk konsultasi soal penyakit TB bapakku. 

   Persiapan kembali kulakukan dengan mencari informasi jadwal praktek dokternya dan tempat serta nomor telepon dan extnya. Rencananya kami akan berangkat hari Sabtu, 7 Juni 2014 karena jam praktek dokternya lebih panjang di hari Rabu yaitu jam 09.00-12.00 WIB. Sedangkan hari lain yaitu Senin, Kamis, dan Sabtu dari jam 09.00-11.00 saja.

Bapakku dan TV

Moocen Susan | Kamis, Mei 29, 2014 | 6 Comments so far
   Di rumah yang paling suka nonton TV itu bapakku. Aku jarang nonton kalau acaranya ga bagus. Kalau bapakku sukanya nonton berita politik dan film India. Kalau aku sukanya nonton drama korea dan adegan lucu-lucu maupun horror. Akhir-akhir ini malah aku suka banget nonton jejak paranormal. Penasaran aja sih. 
 
tuh lihat remotenya dipegang mulu, takut tak rebut hahahaa
    Nah kalau ada adegan lucu menurutku, bagi bapakku itu ga lucu. Aneh kan? Kadang kami suka rebutan remote kalau pas acara yang kami suka jamnya berbarengan. Kalau udah begitu pasti bawaannya berantem. 

   Karena aku sudah punya komputer jadi aku lebih banyak mantengin komputer daripada nonton TV. Lebih asyik online dan ngeblog atau chating sama temen sambil hahahihi daripada nonton TV. 

    Bicara soal nonton TV, dulu waktu kami masih belum punya TV sendiri, aku suka numpang nonton TV tetangga, tapi ya itu harus mau nyapu sama ngepel rumahnya dulu kalau mau nonton. Ih.. kalau sekarang mah ogah kayak gitu ya… 

   TV 14 inch ini merknya Sharp. Dibeli bapakku dengan gajinya saat aku ada di luar kota. Pikirnya daripada kesepian mendingan beli TV buat hiburan. 

   Nah kalau pas kami nonton TV bareng, kadang bapakku itu suka mengomentari semua yang ada di acara itu. Baik obrolan tokohnya maupun film yang ditontonnya. Kadang aku risih juga kalau setiap saat bapakku komentar mulu, jadi ga konsen lihat TVnya deh. Tapi karena sekarang udah terbiasa mendengar komentarnya aku ga terlalu terganggu. Malah rasanya senang kalau bapakku komen sana sini, itu menandakan dia ceria dan sehat. Apalagi kalau pas beliau tertawa saat menonton acara TV. Itu melegakan buatku. 

   Kapan lagi ada momen bahagia seperti itu. Kadang bapakku juga malas nonton TV, cuma pencat pencet remotenya tapi ga focus mau nonton yang mana, kalau udah gitu beliau diam-diam pinjam DVD di rental terus nonton film. Tapi bapakku curang, kalau pas sewa DVD aku ga boleh ikutan nonton, wew… kayak anak kecil aja. Haha.. ya udah aku ga ikutan nonton deh, masih ada youtube kok hahaha.

Kacamata Baru untuk Bapakku

Moocen Susan | Kamis, Mei 29, 2014 | 3 Comments so far
   Aku sering mengingatkan bapak untuk selalu meletakkan kacamatanya di tempat yang semestinya agar tidak kesenggol dan jatuh. Tapi ya gitu deh, bapakku suka lupa dan teledor. Meski mata beliau plus dan minus, tapi enggan pakai kacamata kalau ga pas nonton TV atau bepergian keluar rumah. Katanya bekas di hidung, males makai dan lain-lain. 

   Pagi-pagi ketika bapakku hendak menyalakan lampu tanpa sengaja tangannya menyenggol kacamata yang diletakkan di pinggir meja dan akhirnya kacamatanya pecah. Aku langsung terbangun dari tidur ketika bapakku memecahkan kacamatanya. Tuh kan? Udah kuingatkan sekarang pecah juga to? Bapakku diam dan memungut salah satu kaca yang pecah itu. Tampangnya mirip anak kecil yang polos. Aku jadi kasihan. Ya sudah nanti aku antarkan ke optic buat beli kacamata baru. 


   Benar juga, kami berboncengan naik sepeda pergi ke optic yang murah. Mata bapakku mulai diperiksa dan untungnya minusnya tetep sama meski udah sekitar 3 tahun pakai kacamata minus 1,5. Aku menawar karena yang pecah hanya satu bagian kaca saja, apa bisa ganti kaca yang pecah itu? Tanpa harus beli frame dan kaca baru lagi? Ternyata bisa. 

   Tak mau melewatkan momen itu, salah satu SPGnya menawari mau kaca mika atau kaca biasa? Kalau kaca mata mika ada anti radiasinya kalau kaca biasa ga ada. Dan ia terus promosi agar aku beli kaca yang mika yang notabene jauh lebih mahal. Aku yang sudah pernah pakai kacamata mika pun mengelak. Ya mbak tapi kacamata mika itu gampang tergores dan bekas. Apalagi bapak saya orangnya suka teledor, pakai kaca biasa aja mbak. Selain lebih murah juga ga mudah tergores ketika dibersihkan. Akhirnya SPG itupun mengalah. Kami beli kaca yang baru untuk kaca yang sudah pecah. Memang kita harus tahu mana yang lebih dibutuhkan agar tidak boros.

Liku-liku Berobat ke Solo

Moocen Susan | Kamis, Mei 29, 2014 | 44 Comments so far
   Sesuai rencana aku akhirnya mengantar bapakku untuk berobat ke Solo kemarin, hari Rabu, 28 Mei 2014. Dengan dijemput pamanku naik mobilnya kami berangkat dari Blora jam 04.00 WIB. Sebelum berangkat tentu aku sudah mempersiapkan segala keperluan baik itu surat-surat yang dibutuhkan seperti: kartu jamkesda asli, surat rekomendasi dari DKK, fotokopi (KK, KTP, Jamkesda, rujukan puskesmas, rujukan rumah sakit) rangkap 2 semua. 

  Selain itu karena aku mudah lapar di perjalanan sebelum waktunya makan orang normal, jadi aku membawa pisang (banyak amat kayak piknik), nasi 2 kotak buat makan pagi dan makan siang di mobil (karena kupikir agak parno juga makan di warung sembarangan), 1 Liter air mineral, dan masker 2 buah. 

   Sehari sebelum berangkat, biar aman aku memesan ayam goreng di warung langgananku pikirku mau makan nasi sama ayam aja. Nasinya aku masak sendiri jam 02.30 WIB biar ga telat berangkat. Penjual warungnya sudah bersedia menggorengkanku ayam pagi-pagi. Nah, aku jadi lega kan sudah persiapan lauk buat sarapan. Tetapi yang namanya manusia itu tidak bisa diharapkan, karena kalau kita mengharapkan manusia, kita akan kecewa. 

   Pagi-pagi benar sesuai janji kami, aku pergi ke warungnya untuk mengambil ayam goreng pesananku tapi ternyata dia ingkar janji. Kutelepon ga diangkat, kecewa iya karena aku sudah sangat mengandalkannya, untungnya Tuhan memberiku ketenangan lewat bapakku. “Nanti saja beli ayam di purwodadi” bujuk bapakku. Memang sih, buat orang normal makan dimana saja gampang, tapi buatku yang lemah pencernaan agak takut salah makan apalagi di tempat yang tidak biasa, Ini berarti aku berangkat cuma bawa nasi putih 2 kotak. 

   Beberapa saat pamanku datang dan mau tak mau aku harus tetap berangkat meski ga ada lauk dan belum sarapan. Kesentor AC di mobil plus belum sarapan dan di sepanjang perjalanan mobilnya goyang terus karena jalanan rusak membuatku masuk angin dan mual-mual. Perut rasanya diubek-ubek, kepalaku pusing dan rasanya tersiksa banget di dalam mobil. Untuk mengisi kekosongan lambungku, aku makan pisang dan minum air. Biasanya kalau di rumah jam segitu aku belum lapar, tapi kalau di jalan entah kenapa aku mudah lapar banget. 

   Beberapa kali terjadi kemacetan di jalan karena ada perbaikan jalan di beberapa area. Kemacetan hampir sejam dan ini membuatku agak panik takut telat ke rumah sakitnya. Tiba-tiba ada sms masuk dari warung langgananku dia bilang warungnya libur. “Kok aneh, kemarin katanya buka kok sekarang bilang libur tiba-tiba?” aku merasa kecewa sekali. Aku mudah kecewa pada orang yang sudah janji tapi ga pegang komitmen. Jadi intinya jangan mudah percaya dan berharap sama manusia. Ini lho hasilnya. 

   Dalam keadaan pusing dan badan sakit semua ada telepon masuk nawari asuransi pula, duh makin mumet aku. Ini ngantar bapakku yang sakit kok malah aku yang jadi sakit sendiri. Karena ga kuat aku akhirnya tidur di pangkuan bapakku. Bapakku mah keliatan happy-happy aja di perjalanan karena beliau orangnya tenang menghadapi apapun beda sama aku yang mudah cemas. 

   Sampai di Purwodadi hampir 4 jam kemudian karena macet berkali-kali. Kami berhenti sebentar buat sarapan di warung. Di situ menjual beraneka macam masakan dan boleh ambil sendiri. Karena aku dari tadi pengennya ayam goreng maka pandanganku langsung tertuju di wajan berisi penuh ayam goreng. Nah ini dia yang kucari, tapi agak parno juga karena ga tau bumbunya apa aja takutnya dia pake bumbu instan yang mana lambungku ga mau terima. Duh masalah makan jadi beban sepanjang hidupku kayaknya. Ada sayur bayam juga, ya udah aku ambil sayur bayamnya. Makan dengan rasa cemas itu emang ga enak ya. Oleh sebab itu ketika makan rasanya mau muntah sudah dari tadi mual di mobil karena telat makan nasi. Tapi aku tetap berusaha positif thinking. Aku ambil ayam goreng 1 lagi buat makan siang nanti. 

   Setelah kami selesai sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke Solo. Adikku mengabari kalau ia juga sudah berangkat dari Semarang naik motor. Pamanku yang di Solo juga sudah menunggu di rumah sakitnya. Jauh dari rencana kami sebelumnya, tadinya aku bingung nyari travel karena ga ada travel yang bisa nganter tepat di rumah sakitnya, bingung soal penginepan karena pikirnya mau berangkat sehari sebelumnya, dan semua rencana tadi berubah total. Kami ga jadi nginep karena diantar paman naik mobilnya jadi bisa langsung nyampe rumah sakit. 

   Baru jam 10.30 WIB akhirnya sampe di RS. Moewardi Solo. Benar juga bacaan di internet kemarin kalau di sana area parkirnya sangat sempit dan susah nyari tempat parkir. Pamanku yang sedari tadi menunggu di depan rumah sakit akhirnya menghampiri mobil kami. Badanku sudah geloyoran mau jatuh, tapi harus tetap kuat demi bapakku. 

   Di rumah sakit itu ternyata buanyak sekali pasiennya. Banyak loket-loket pendaftaran dan aku bingung mau daftar dimana. Aku bertanya ke satpam dan ada petugas yang duduk di samping pintu. “Mbak kalau mau daftar untuk periksa bagian Pulmonulogi di mana ya?” 

   Lalu dia memberikan kartu antrian dan aku disuruh bertanya lagi ke bagian informasi mau daftar dimana. Dari bagian informasi aku ditanya apakah aku sudah pernah berobat disitu apa belum? Dia memberiku secarik kertas pendaftaran dan aku disuruh ke bagian pendaftaran pasien rawat jalan. Dia cuma nunjuk ke kanan kekiri masuk notok dst. Karena aku agak kurang fit jadi susah berkonsentrasi, aku jalan sebentar dan balik tanya lagi, “Mbak aku bingung, dimana sih?” 

   Lalu dia menunjukkan lagi tempatnya. Bagi yang baru pertama kali ke rumah sakit ini pasti bingung kalau ga nanya. Pokoknya jangan malu bertanya biar ga sesat di jalan. Setelah ketemu tempat daftarnya aku mengantri lagi sesuai nomor. Beberapa saat kemudian, adikku datang menghampiriku dan menemaniku mengantri bersama pamanku juga. 

   Setelah tiba giliranku dipanggil, aku memberikan semua berkas-berkas yang diperlukan. "Mbak, nanti mbaknya langsung ke bagian MDR TB di situ ada petugas dan mbak kasih aja surat-surat ini, kalau memang harus dirawat bukan pake jamkesda lagi tapi akan dapat pengobatan gratis dari pemerintah." kata petugasnya.

    Mendengar itu aku agak lega dan langsung menuju ke bagian MDR TB yang ada di dekat Ruang Cendana. Sampai di ruang itu ada 1 petugas yang sedang sibuk di meja kerjanya. Waktu aku masuk langsung disuruh pakai masker. Untung sudah persiapan bawa masker dari rumah. Aku sempat dibuat menunggu di depan meja kerjanya. Tampangnya sangat tidak bersahabat dan kurang ramah melayani. Aku agak takut sama orang yang keliatan garang. Jadi aku sangat hati-hati kalau ngomong takut disemprot. Tapi aku berusaha tetap tenang. 
 
hasil foto thorax terakhir bapak
    Aku menyerahkan semua berkas yang sudah kupersiapkan dengan matang dari rumah. Dia pun memeriksa satu persatu. Kupikir sudah semua. Eh dia langsung bilang, “Wah ga bisa ini. Ga ada lampiran hasil dahaknya. Saya ga bisa terima ini. Kamu harus periksa dahak dulu di daerahmu sana dan kalau positif baru kesini lagi maksimal 1 bulan. Ini bagaimana kalau seperti ini Cuma riwayat saja ga ada hasil labnya. Sudah sekarang kamu kembali aja dan pakai prosedur yang benar." (dia membentakku sambil menunjuk-nunjukan jarinya ke arahku) 

   Tapi dari pihak dokternya ga bilang apa-apa, katanya cukup menyerahkan surat rekomendasi aja sudah cukup. Kami pasien kan manut saja dan percaya sama apa kata dokter. Ya kalau balik ke blora lagi cuma buat periksa dahak sia sia dong perjalanan kami jauh jauh dari blora kemari. Aku tidak menyerah, Memang ga bisa periksa disini pak? Oh ga bisa, ini prosedurnya harus periksa di Blora sana. Dan andaikan hasilnya negative kami juga tetep ga bisa terima."

    “Tapi masalahnya bapak saya itu ga bisa keluar dahaknya meski sudah diminumi obat pengencer dahak pak.” 

   “Nah apalagi itu, pokoknya kalau ga ada hasil tes dahak kami ga bisa terima!” Wah aku makin bingung dan kecewa. 

   Aku keluar dalam keadaan lesu dan pamanku serta bapak dan adikku menghampiriku dan bertanya bagaimana hasilnya. Aku menceritakan semuanya lalu adikku menyarankanku langsung telepon dokter di blora yang memberi rujukan ke rumah sakit ini. 

   Ketika pamanku hendak menelepon, tiba-tiba petugas tadi keluar dan meminta telepon itu lalu bicara langsung dengan dokterku.entah apa kata dokterku, aku kembali menelepon dokterku bagaimana sebaiknya ini. Kan bapak ga bisa keluar dahak, dulu sebelum dirontgen memang sudah pernah periksa dahak tapi itu sudah lama sekali hasilnya negative tapi hasil rontgennya parunya bermasalah. Dan dikasih obat TB selama setahun. 

   Dokterku bilang aku harus minta rujukan balik dari RS untuk berobat kembali di Blora. Kemudian, aku masuk kembali keruangan petugasnya dan minta rujukan seperti kata dokterku. (ini serasa aku yang dipingpong) 

  Tapi aku kembali menelan pil pahit, dia tidak mau memberikan rujukannya. Alasannya kami rumah sakit besar masa memberi rujukan kok ke rumah sakit kecil? Akhirnya aku keluar lagi dan sms dokterku. 

   "Gimana nih bu, petugasnya ga mau kasih rekomendasi. Alasannya blab la bla … " dan sms dokterku mengatakan "ya sudah gpp katanya. Berobat di blora lagi."

    Beuh.. capek deh..@! Jadi intinya perjalanan kami tidak membuahkan hasil. Bapakku juga kecewa, semua kecewa. Tapi kami harus tetap bersyukur. Mungkin memang ini kehendak Tuhan ya pak, dari kemarin mau cari transport kesini udah susah, cari penginepan ga jadi, harusnya sudah jadi isyarat kalau belum dikehendaki Tuhan. 

   Aku bingung, karena dokter disini juga hampir nyerah lihat kondisi paru-paru bapakku yang makin parah. Sedangkan kalau mau periksa ke Solo hasil dahaknya harus BTA(+), sedangkan bapakku dulunya negatif dan kalau dahak lagi sekarang ga bisa keluar meski sudah diminumi obat pengencer dahak. 

   Sekarang logikanya gini : kalau mereka hanya mau terima  untuk pasien TB dengan hasil dahak BTA (+) lalu menolak yang BTA (-) apa yang perlu pengobatan hanya BTA (+) saja? lalu nasibnya pasien hasil BTA (-) gimana? Apa ga perlu diobati juga? Apa petugasnya tidak mikir gimana jauhnya kita menempuh perjalanan dari Blora ke Solo berjam-jam pake macet segala, bolak balik cuma buat periksa dahak sedangkan dahaknya aja ga bisa keluar. Kami konsultasi soal dahak ga bisa keluar itu di puskesmas dan rumah sakit blora juga lho. Karena ga bisa keluar dahak itu makanya kami dirujuk ke Solo. Kalau bicara soal prosedur kami sudah ikuti prosedur kok, tapi menurut petugas dari pihak rumah sakit di Solo,  prosedur yang benar itu hasilnya harus BTA(+) baru bisa diterima dan diobati. Kan lucu? 

   Saya juga bertanya apa tidak bisa periksa dahak disini saja? masa harus pulang Blora lagi cuma periksa dahak apalagi ini rumah sakit besar. Masa periksa dahak aja ga bisa? Katanya karena kami pakai jamkesda jadi karena gratis harus periksanya di kota asal kami. Kalau disini bayar Rp.600.000,-.

   Entahlah kami cuma bisa pasrah pada Tuhan bagaimana selanjutnya pengobatan yang benar untuk bapakku. Kemana lagi harus berobat? Bila teman-teman pembaca tahu solusinya saya akan sangat berterimakasih untuk komentarnya. 

NB : Ini laporan hasil rontgen bapakku :
Pembacaan :
Thorax : simetris, inspirasi cukup dan kondisi cukup, hasil :
  • tampak konsolidasi di kedua apeks pulmo dengan gambaran infiltrat dan fibrosis 
  • sinus costo frenicus kanan kiri lancip 
  • diafragma kanan-kiri licin 
  • Cor :  CTR < 0,5 
  • sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan : TB Pulmo lesia luas dengan tanda aktif, besar Cor normal

Jus Buah buat Bapakku

Moocen Susan | Selasa, Mei 27, 2014 | 14 Comments so far
   Bapakku sudah lanjut usia, giginya tinggal tiga. Kadang yang namanya nafsu makan lansia itu berubah-ubah, kadang ada masa dimana bapak ga doyan makan. Jika sudah begitu daya tahan tubuhnya akan jadi lemah dan mudah terserang flu. Itu ditandai dengan bersin berulangkali. 


   Kalau bapakku tiba-tiba bersin sampai 4-5 kali alamat ga doyan makan dan flu lagi flu lagi. Kalau udah begini aku yang cemas. Untuk menambah kebugarannya, setiap kali aku bersepeda keluar rumah bersama beliau, kami selalu mampir di penjual jus buah pinggir jalan. 

   Bapakku suka sekali minum jus alpukat atau jus jambu merah untuk menambah trombosit. Kemarin pernah nyoba jus buah naga dan apel tapi katanya lebih enak alpukat.

   Aku selalu bilang pada bapak, kalau minum jus itu jangan dicampur gula, tapi beliau ga suka kalau ga manis, hambar rasanya coba aja pake juicer pasti rasanya buah asli tanpa gula tambahan hehe. 

   Ya beginilah kesukaan bapakku, duduk di pinggir jalan sambil meminum jusnya. Aku senang sekali jika bapakku menghabiskan jusnya. Setiap kali aku membelikannya jus, pas di sruputan pertama bapakku selalu kutanya, “How?” 

   “It’s Delicious or So sweet “ sahutnya. 

   Kalau pas ga enak bapakku bilang, “not so good” lalu dia tanya lagi, What price is it?” 

   Kalau aku bilang “Four thousand” bapak diam aja, tapi kalau aku bilang “Eight thousand” pasti bapakku bilang “more expensive” sambil geleng-geleng kepala "Wes ojo dibaleni meneh." Haha.. dasar peritungan sekali bapakku ini. 

   Hehe, ya ngobrol dengan bahasa inggris singkat selalu kulakukan saat bicara soal harga di jalan.kebiasaan sejak dulu. Hehe