Kebetulan bapakku sendiri adalah penderita TB. Sebenarnya, bapakku bukan perokok, tapi mungkin beliau tertular orang yang terdeteksi TB saat kumpul-kumpul di arisan atau di warung kopi. Faktor pemicu lainnya yaitu karena kamar bapak lembab dan kurang sirkulasi udara yang baik.
Beliau mengidap TB saat aku masih bekerja di luar kota. Waktu itu karena tidak ada yang mengawasi aturan dan jadwal minum obatnya, beliau pernah putus obat. Hal ini disebabkan karena beliau merasa mual serta kurang enak badan setelah minum OAT (Obat Anti Tuberculosis). Selain itu bapak tidak sanggup membayar biaya berobat TB yang pada saat itu belum gratis seperti sekarang.
Namun, dengan banyaknya warga miskin yang terkena TB yang tidak mampu untuk berobat, dan untuk mengurangi angka kematian penderita akibat TB, akhirnya pada tahun 1995, pemerintah dengan tambahan bantuan dari luar negeri memberikan bantuan anggaran obat TB gratis kepada masyarakat ekonomi lemah untuk berobat di puskesmas atau rumah sakit pemerintah.
Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) atau pengawasan langsung pengobatan jangka pendek yang direkomendasikan oleh WHO diharapkan para penderita TB tidak mengalami MDR (multi drug resistance) dan bisa disembuhkan.
Ketika mengetahui hal ini, aku segera membujuk bapak untuk mau berobat TB kembali. Karena selain gratis, aku ingin bapakku cepat sembuh dan tetap menjaga kesehatannya agar tidak kambuh lagi.
Setelah aku resign dari tempat kerjaku diluar kota dan pulang ke kampung halamanku, barulah kami mendapat kartu jamkesmas. Jadi setiap kami berobat ke puskesmas tidak dipungut biaya lagi alias gratis. Cukup dengan menyerahkan fotokopi jamkesmas sebanyak 4 lembar dan membawa kartu jamkesmas yang asli, kami mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis, baik itu di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah.
Hari itu, antrian di apotik cukup lama. Aku mengantri obat TB untuk bapakku. Sejak bapakku sakit TB, akulah yang menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk bapak agar beliau cepat sembuh.
Foto rontgen kakek yang buru-buru pergi tadi masih kubawa. (baca kisah serial 1 disini). Syukurlah kakek itu kembali menghampiriku untuk mengambil fotonya:
Aku : Lho, mbah ini lho foto rontgennya sampai ketinggalan.
Mbah : Oh iya, aku lupa nduk soalnya terburu-buru. Makasih ya.
Aku : Iya mbah. Bagaimana jadi periksa tadi?
Mbah : Nah, itu dia nduk, sudah tutup puskesmasnya. Mbah disuruh kembali besok pagi.
Aku : Oh, kalau begitu besok segera periksa aja mbah. Oya, mbah kok sendirian? Anaknya dimana mbah? Besok suruh nganter anaknya mbah.
Mbah : Anakku lagi kerja nduk, ya besok aku suruh nganter mbah. Oya nduk, obat TB itu apa saja ya?
Aku : Kalau bapakku, diberi obat antara lain : INH, Rifampicin, Pyrazynamid dan Ethambutol pada 2 bulan pertama. Selanjutnya 4 bulan berikutnya diteruskan dengan INH dan Rifampicin. Pengobatannya antara 6-9 bulan. Tapi pengobatan ini bisa lebih lama lho mbah, tergantung hasil pemeriksaan dokternya.
Minum obat TB itu harus rutin mbah, kalau minum obatnya blong-blongan nanti kumannya kebal sama obatnya. Istilah kedokterannya MDR TB (multi drug resistance tuberculosis). Pokoknya jangan sekali-sekali malas minum obat. Sayang kan kalau harus mengulang dari awal. Nah, nanti kalau mbah minum obat ini jangan kaget ya kalau air seni mbah berubah warnanya jadi merah. Tapi tenang mbah, itu wajar kok, karena proses metabolisme obat saja.
Tapi sekarang untuk mempermudah pasien meminum obat, keempat jenis obat TB itu digabung menjadi satu pil saja dan obat ini dikenal sebagai Kombinasi Dosis Tetap (KDT).
Mbah : Oh gitu ya nduk. Tapi kira-kira bayar berapa ya nduk periksa TB ini? Uang mbah cuma sedikit nduk, mbah takut ga cukup nanti buat beli obat.
Aku : Tenang mbah, jangan kuatir. Obat TB di puskesmas sekarang ini GRATIS dari pemerintah. Nah, mumpung gratis, berobatnya sing tenanan mbah. Ben ndang mari. Ya mbah ya.
Mbah : Oh tenane nduk? Gratis? (sambil memasukkan dompetnya kembali dengan wajah sumringah)
Aku : Coba lihat tayangan video ini kalau ga percaya :
Beliau mengidap TB saat aku masih bekerja di luar kota. Waktu itu karena tidak ada yang mengawasi aturan dan jadwal minum obatnya, beliau pernah putus obat. Hal ini disebabkan karena beliau merasa mual serta kurang enak badan setelah minum OAT (Obat Anti Tuberculosis). Selain itu bapak tidak sanggup membayar biaya berobat TB yang pada saat itu belum gratis seperti sekarang.
Namun, dengan banyaknya warga miskin yang terkena TB yang tidak mampu untuk berobat, dan untuk mengurangi angka kematian penderita akibat TB, akhirnya pada tahun 1995, pemerintah dengan tambahan bantuan dari luar negeri memberikan bantuan anggaran obat TB gratis kepada masyarakat ekonomi lemah untuk berobat di puskesmas atau rumah sakit pemerintah.
ilustrasi oleh penulis sendiri |
Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) atau pengawasan langsung pengobatan jangka pendek yang direkomendasikan oleh WHO diharapkan para penderita TB tidak mengalami MDR (multi drug resistance) dan bisa disembuhkan.
ilustrasi oleh penulis sendiri |
Setelah aku resign dari tempat kerjaku diluar kota dan pulang ke kampung halamanku, barulah kami mendapat kartu jamkesmas. Jadi setiap kami berobat ke puskesmas tidak dipungut biaya lagi alias gratis. Cukup dengan menyerahkan fotokopi jamkesmas sebanyak 4 lembar dan membawa kartu jamkesmas yang asli, kami mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis, baik itu di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah.
Hari itu, antrian di apotik cukup lama. Aku mengantri obat TB untuk bapakku. Sejak bapakku sakit TB, akulah yang menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk bapak agar beliau cepat sembuh.
Foto rontgen kakek yang buru-buru pergi tadi masih kubawa. (baca kisah serial 1 disini). Syukurlah kakek itu kembali menghampiriku untuk mengambil fotonya:
Aku : Lho, mbah ini lho foto rontgennya sampai ketinggalan.
Mbah : Oh iya, aku lupa nduk soalnya terburu-buru. Makasih ya.
Aku : Iya mbah. Bagaimana jadi periksa tadi?
Mbah : Nah, itu dia nduk, sudah tutup puskesmasnya. Mbah disuruh kembali besok pagi.
Aku : Oh, kalau begitu besok segera periksa aja mbah. Oya, mbah kok sendirian? Anaknya dimana mbah? Besok suruh nganter anaknya mbah.
Mbah : Anakku lagi kerja nduk, ya besok aku suruh nganter mbah. Oya nduk, obat TB itu apa saja ya?
Aku : Kalau bapakku, diberi obat antara lain : INH, Rifampicin, Pyrazynamid dan Ethambutol pada 2 bulan pertama. Selanjutnya 4 bulan berikutnya diteruskan dengan INH dan Rifampicin. Pengobatannya antara 6-9 bulan. Tapi pengobatan ini bisa lebih lama lho mbah, tergantung hasil pemeriksaan dokternya.
Minum obat TB itu harus rutin mbah, kalau minum obatnya blong-blongan nanti kumannya kebal sama obatnya. Istilah kedokterannya MDR TB (multi drug resistance tuberculosis). Pokoknya jangan sekali-sekali malas minum obat. Sayang kan kalau harus mengulang dari awal. Nah, nanti kalau mbah minum obat ini jangan kaget ya kalau air seni mbah berubah warnanya jadi merah. Tapi tenang mbah, itu wajar kok, karena proses metabolisme obat saja.
Tapi sekarang untuk mempermudah pasien meminum obat, keempat jenis obat TB itu digabung menjadi satu pil saja dan obat ini dikenal sebagai Kombinasi Dosis Tetap (KDT).
sumber : health.detik.com |
Mbah : Oh gitu ya nduk. Tapi kira-kira bayar berapa ya nduk periksa TB ini? Uang mbah cuma sedikit nduk, mbah takut ga cukup nanti buat beli obat.
Aku : Tenang mbah, jangan kuatir. Obat TB di puskesmas sekarang ini GRATIS dari pemerintah. Nah, mumpung gratis, berobatnya sing tenanan mbah. Ben ndang mari. Ya mbah ya.
Mbah : Oh tenane nduk? Gratis? (sambil memasukkan dompetnya kembali dengan wajah sumringah)
Aku : Coba lihat tayangan video ini kalau ga percaya :
Mbah : Oh iya nduk, :D.. Ya wes besok Mbah langsung capcus periksa ke puskesmas. Makasih ya nduk
TB bisa disembuhkan, asal disiplin dan tuntas dalam minum obat. Jika Anda menemukan orang yang terjangkit TB dengan gejala-gejala : batuk lebih dari 3 minggu, demam disertai keringat dingin di malam hari, dan nafsu makan berkurang, jangan ragu lagi untuk segera berobat TB di puskesmas atau rumah sakit pemerintah. Mumpung GRATIS, lho....
Sumber referensi :
- www.stoptbindonesia.org
- http://dokmud.wordpress.com/2010/03/17/dots-directly-observed-treatment-short-course/