Laman

  • HOME
  • LOMBA BLOG
  • ARTIKEL
  • TUTORIAL
  • JUAL SUPERGREENFOOD

Hadiah Lomba Blog ACER

Moocen Susan | Minggu, Juni 15, 2014 | 16 Comments so far
   Pagi ini perutku mules banget, perasaan kemarin cuma makan pisang jadi bawaannya pengen ke toilet melulu. Mungkin emang pisang bikin BAB jadi lancar jaya ya tapi ini kok jadi berkali-kali sih? Dan mustinya hari ini aku ke gereja, tapi batal deh gara-gara sakit perut. Meski aku ga ke gereja, tapi aku masih berharap perutku bisa cepet sembuh biar bisa nganter bapak ke gereja juga. Bapakku itu meski sakit tapi kalau soal ke gereja dibela-belain datang. Prok prok prok salut banget . 

   Jadi aku bangun pagi-pagi buat masak nasi dan goreng telur buat sarapan bapakku. Sambil megangin perut sambil goreng, duh abis masak langsung masuk toilet lagi. Ada apa ini aku kok rasanya kayak disuruh diem di rumah aja, ga kemana-mana? 

    Aku pun SMS sopir gerejanya buat jemput bapak ke gereja, ya jadi kalau ada jemaat di gerejaku butuh antar jemput ke gereja pasti dijemput. Enak ya? Hihi.. tapi tetep rasanya aku lebih santai kalau berangkat sendiri, soalnya kalau ikut mobil antar jemput bawaannya kemrungsung, buru-buru, lebih pagi dari berangkatku. 

   Dan beneran, hari ini sopirnya datang jam 07.30, padahal acara gerejanya mulai sejam kemudian. Bapakku lagi makan, eh sopirnya keburu datang. Sedangkan aku masih di toilet berjuang dengan sakit perutku. Bapakku teriak-teriak kalau udah dijemput, la mau gimana masa aku stop dulu perjuanganku masih nanggung nih. ya sudah akhirnya pintu rumah ga kekunci, aku masih di dalam toilet dan bapakku pergi ke gereja. Aku mikir, "wah itu makannya dihabisin gak ya kalau diburu-buru gitu? Takutnya ntar kalau ga dihabisin bisa geliyengan di gereja kan gawat?"

   Setelah setengah jam ada di dalam toilet (lama bener ya? :D) aku pun keluar dari toilet dan baringan di sofa sambil mengolesi perutku dengan minyak kayu putih. Mau bobo lagi kok laper? Laper plus mules, bingung kan? Hadehhh, cobaan apa lagi ini? Padahal besok lusa mau keluar kota lagi, ini malah sakit perut datang tanpa undangan resmi. Aku coba makan dan setelah makan, balik lagi ke toilet. "Ya elah, berasa ini perut kagak ada saringannya, langsung terbuang gitu aja abis makan." Setengah jam kemudian aku keluar lagi dengan perasaan lega. "Oh Tuhan, sudah ya cukup jangan sampai aku masuk lagi ke toilet. Kesemutan nih kakiku meski pake model duduk dan berasa ngecap di pantat."

    Setelah sakit perutku mereda, aku mandi dan keluar bentar beli air galon. Sepulang dari beli air, tadinya mau bobo, eh malah buka komputer. Lihat mak Rodame, mak Haya sama mak Hanila lagi chatting ngobrolin hadiah lomba blog Acer. Punyaku sama punya mak Hanila belum nyampe. Aku sih santai aja, kali aja besok pikirku. Lagi asik-asiknya online, datanglah petugas JNE ke rumahku. "Wow, ga nyangka ini kan hari Minggu, kok masuk ya petugasnya? Hehe."

    Wah aku baru ngerti, kenapa sejak pagi tadi perutku mules dan batal ke gereja. Rupanya hadiah voucher belanjaku nyampe hari ini to? Untung aja aku di rumah. Jadi intinya saudara-saudara, jika ada sesuatu kejadian yang membuat rencanamu gagal jangan negative thingking dulu, mungkin ada sesuatu di balik kegagalan/ batalnya rencana. 

   Ya, beberapa waktu lalu aku memang mengikuti lomba blog Acer ini. Perjuangannya ga mudah, soalnya kan aku ga punya gadget android. Sedih rasanya kalau pengen ikutan lomba tapi fasilitas ga memadai. Sedangkan itu adalah lomba blog aplikasi ACER dimana kita harus mereview tentang aplikasi anak cerdas ini. Temanya gw banget soalnya berhubungan dengan pendidikan anak SD. 

   Tadinya aku sempet pesimis, mau ikutan apa gak, kupikir yang bisa ikutan itu yang punya anak. Lah aku kan belum punya anak, bapaknya anak-anak aja belum dapat-dapet sampe sekarang? Gimana mau punya anak? Ya entah kapan kutemukan bapaknya anak-anakku. Soalnya setiap aku nemu cowok, selalu sudah ada yang punya. Minimal sudah punya gebetan. Ya, aku ga kebagian donk? Apa jangan-jangan stoknya udah habis ya? (Yeee, stok … stok,.. emangnya barang di gudang? :P) 

   Mak Myra menyadarkanku bahwa aku masih punya murid les. Oh iya kenapa ga kepikiran ya? Memang aku belum punya anak, tapi anaknya orang boleh juga lah buat bahan repiew. Hahaha. Perjuanganku sangat berat, agak ngoyo juga ikutan lomba ini. Gadgetnya modal minjem. Soal ijin meminjam tablet udah disetujui orangtua muridku. Wah lancar nih kayaknya. Aku pun makin semangat. Aku mulai ngedraft seminggu sebelum setor. Niat banget ya, nggambar kartunnya juga. Pokoknya aku mau berikan yang terbaik deh. Sambil nunggu murid lesku datang les sambil bawa tabnya, aku pun berdoa semoga dia ga lupa bawa. 

   Hari itu hari Selasa, aku sudah siap dengan kamera HP layar minimalisku, ya cuma 640x480 px doank mana gambarnya ngeblur ga jelas. Abis punyanya baru itu ya udah hehe. Aku tunggu-tunggu la kok dia ga datang? Tahukah Anda apa yang terjadi pada saya. Tiba-tiba di depan komputer aku bisa nangis, air mataku menetes deras sekali. "Oh Tuhan, aku sudah merencanakan sedemikian rupa, kenapa muridku ga datang? Selak Deadline Tuhan, temen-temenku udah pada setor tulisan. Aku kapan ini? Hiks hiks.. "

   Sambil menoleh ke arah kalender, kuperhatikan tanggal demi tanggal akankah moment ini terlewatkan bagiku? Oh Tidaaaakkkk!!! Aku pun melihat lebih serius lagi ke hari dan tanggal dan tiba-tiba air mataku berhenti menetes. Aku pun menertawakan diriku sendiri karena memang hari ini bukan jadwal muridku les, harusnya besok dia baru les. Astaga kenapa aku bisa lupa? Huks huks.. tiwas nangis Bombay. 

   Ya itulah kalau orang terlalu spanneng sampe lupa daratan dan lautan. Hahaha... Keesokan harinya muridku datang juga bawa tabnya. Yes! berhasil. Tak hanya itu saja, malam harinya aku juga dapat pinjaman laptop adikku buat mempelajari aplikasi ini lebih dalam lagi dan membuat reviewnya. Meski ada hambatan berulangkali tapi syukurlah aku tidak terlambat setor tulisan. Aku beriman, aku pasti menang dan aku harus menang. 

   Dan imanku benar-benar terwujud. Meski bukan pemenang utama namun aku sangat bersyukur. Perjuanganku tidak sia-sia. Dan inilah hadiahnya sebagai pemenang hiburan voucher belanja Indomaret 25.000? oh tentu tidak… karena lembaran 25 ribunya ada 20. Jadi hadiahnya ? itung sendiri ya hahahaha… Puji Tuhan. Terima kasih Tuhan Yesus.

Beban Ekonomi Akibat TB yang Kualami

Moocen Susan | Rabu, Juni 11, 2014 | 14 Comments so far
   Sedih dan bingung, itulah yang sedang saya rasakan akhir-akhir ini. Bagaimana tidak? Kondisi bapak saya semakin hari semakin lemah karena MDR TB yang dideritanya. Memang awalnya kami tidak khawatir soal biaya pengobatan TB-nya selama ini karena masih ditanggung pemerintah dengan jamkesda. Selama setahun berobat ternyata kondisi bapak saya belum ada perubahan. Entah ini karena pengobatan TB yang kurang tepat, pernah putus obat, atau memang penyakitnya sudah menjalar ke bagian lain. 
 
dokumen foto pribadi
   Beliau sering mengeluh sesak nafas, kelelahan, dan kurang nafsu makan. Nafasnya sering terdengar ngos-ngosan di pagi hari ketika udara dingin. Semakin hari berat badan bapak saya menurun hingga 33 kg di usianya 79 tahun. Menurut artikel yang saya baca penurunan berat badan ini dikarenakan adanya bakteri TB yang berkembang dalam tubuhnya. 

   Kesalahan terbesar saya adalah lupa memeriksakan bapak saya kembali untuk mengecek apakah paru-paru bapak sudah bersih dari kuman TB atau belum setelah mengonsumsi OAT selama setahun. Mendengar bapak sering mengeluh sesak nafas lagi, saya kembali memeriksakan beliau ke dokter yang menangani di rumah sakit umum setempat. 

   Dokter kami merujuk bapak untuk tes kebal obat di Solo tetapi karena dahak bapak saya tidak bisa keluar kami pun disuruh pulang kembali ke Blora untuk periksa dahak terlebih dahulu sebelum dibawa kesana lagi. Di Blora pun dahaknya susah keluar meski sudah diberi obat ambroxol dan OBH dari puskesmas. Kami kembali lagi ke rumah sakit dan dokter akhirnya merujuk ke dokter swasta saja di Semarang supaya bisa langsung diambil tindakan lebih cepat dan tidak ribet dengan prosedur. 

   Setelah berkonsultasi, kecemasan saya timbul saat dokter menyarankan bapak saya untuk menjalani CT Scan paru dengan kontras. Dokter ingin memastikan apakah dengan hasil rontgen bapak saya ini memang karena cenderung TB, bekas TB, atau ada keganasan. Sedangkan untuk menjalani CT Scan ini ternyata kami harus menanggung biaya sendiri. Tak hanya beban ekonomi yang berat yang kami rasakan, tetapi juga beban mental. Kami mengupayakan untuk mengurus BPJS juga tetapi itu tidak membantu, karena meskipun kami menggunakan BPJS masih perlu nombok lagi untuk menjalani CT Scan paru. 

    Saya mulai berpikir, andaikan kami bisa menjalani CT Scan pun dan jika ternyata memang benar adanya keganasan tersebut, pengobatan akan terus diperlukan sedangkan biaya pun makin bertambah. Kami harus memikirkan biaya transportasi pulang pergi ke rumah sakit di luar kota dan juga memikirkan biaya konsultasi dokternya dan belum lagi biaya-biaya lainnya yang tidak bisa kami bayangkan bagaimana cara kami membayar semua biaya ini? Tak hanya waktu yang tersita, tetapi tenaga, pikiran, dan uang pun terkuras. 

   Saya juga harus meninggalkan pekerjaan saya demi menemani bapak bolak-balik berobat ke luar kota dan itu artinya tidak ada pemasukan. Akhirnya saya harus berhutang kesana-kemari untuk membayar biaya pengobatan TB bapak diluar pengcoveran BPJS. Beban ekonomi akibat TB sangat kami rasakan dalam keluarga kami. 

   Oleh sebab itu alangkah lebih baiknya mencegah atau mendeteksi TB sejak dini dan langsung memeriksakan diri ke dokter ketika kita terinfeksi TB dengan gejala batuk lebih dari 2 minggu, demam, keringat dingin di malam hari, dan nafsu makan berkurang hingga mengakibatkan penurunan berat badan. Hal ini dimaksudkan agar beban biaya pengobatannya tidak terlalu besar seperti pengalaman yang saya alami ini. 

   Dan pesan saya, ketika minum obat TB harus sampai rutin dan tuntas agar kuman TB tidak resisten/ kebal obat sehingga menjadi MDR-TB dengan asumsi biaya yang lebih mahal. Bisa kita lihat pada gambar dibawah ini : 

sumber disini

Tentu saja efek samping MDR-TB lebih berat daripada TB biasa dengan masa pengobatan lebih lama sekitar 2 tahun. Sedangkan seandainya jika  mau rutin dan tuntas dalam minum obat TB hanya butuh waktu 6-9 bulan saja dan yang pastinya biayanya masih bisa ditanggung karena masih dicover pemerintah. 

   Tak hanya saya, tetapi orang-orang yang mengalami nasib serupa akibat TB juga turut merasakan beban ekonomi yang berat. Yang tidak terjangkau dengan penanganan yang cepat dan pengobatan yang rutin sampai tuntas akan menjadi MDR TB dan bisa juga mengalami kematian. 

   Pepatah “Miskin jangan sakit” sangat cocok sekali untuk mengungkapkan beban ekonomi akibat TB ini. Karena kemiskinan, orang jadi kurang asupan gizi yang seimbang, mereka tinggal di tempat yang tidak sehat sehingga tidak bisa memelihara kesehatannya dengan baik. Akibatnya mereka akan mudah jatuh sakit. Kalau sakit kan musti berobat padahal biaya pengobatan cukup mahal. Namun jika tidak berobat penyakitnya bisa jadi makin parah. Beban biaya pengobatan yang harus mereka tanggung membuat mereka jadi semakin miskin. 

    Karena kemiskinan yang mereka alami kebanyakan masyarakat enggan memeriksakan dirinya ke puskesmas atau rumah sakit ketika terinfeksi kuman TB. TB adalah pembunuh nomor 1 diantara penyakit menular lainnya dan I menduduki peringkat 3 dalam 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia. 

   WHO memperkirakan jumlah kasus TB di dunia sebanyak 8,6 juta, 0,5 juta diantaranya anak-anak dan 2,9 juta pada wanita. 1,3 juta orang di dunia ini meninggal akibat TB per tahunnya. Indonesia sebagai negara ketiga penyumbang kasus terbesar di dunia dengan beban TB yang masih sangat tinggi mengingat setiap tahun masih ada 460.000 kasus baru. 

   Dampak negatif TB dalam bidang ekonomi mengakibatkan 50% pasien TB mengalami penurunan pendapatan per tahunnya dan 75% pasien TB harus mengambil pinjaman atau berhutang untuk biaya pengobatan dan biaya hidup sehari-hari. Sedangkan yang menerima berbagai macam bantuan (termasuk asuransi) hanya sekitar 22% dari pasien TB dan 34% pasien MDR-TB. 

   Tak jarang pasien MDR-TB terpaksa menjual asset mereka atau berhutang demi menutupi biaya pengobatan. Pasien MDR-TB lebih sering kehilangan pekerjaan mereka yang disebabkan oleh TB dibandingkan dengan pasien TB (53% vs 26%). 

   Hilangnya produktifitas disebabkan kecacatan/kematian dini mencapai 2 jt USD (tanpa discount rate) utk kasus TB aktif baru dlm 1 th (2011) Rerata biaya pengobatan perkapita pada tahun 2011 sebesar 33 sen USD dan meningkat menjadi 228 USD pada tahun 2014, sedangkan untuk pengobatan MDR TB akan menjadi 10.027 USD. Besarnya peningkatan biaya layanan disebabkan oleh target pengobatan yang lebih tinggi untuk kasus MDR-TB. 

   Target Kemenkes utk penemuan dan pengobatan, total biaya pemberian pelayanan seluruh wilayah negara diproyeksikan meningkat dengan pemberian layanan seluruh wilayah dari sekitar 85 juta USD pada tahun 2013 menjadi 118 juta USD pada tahun 2016. 

   Mengingat beban ekonomi yang berat akibat TB ini maka penting sekali memperkirakan biaya pelayanan penyakit TB yang akurat di semua tingkat pemerintahan. Dalam hal ini pemerintah telah menyusun tiga kunci strategis dalam menghadapi keberlanjutan pembiayaan program TB, yaitu : 
  1. Meningkatkan alokasi pembiayaan pemerintah baik pusat maupun daerah 
  2. Meningkatkan pembiayaan asuransi dan kontribusi swasta sebagai contoh CSR 
  3. Penerapan program secara cost-effectiveness dan efisien. 
   Dan pada tahun 2013 Management Science for Health (MSH) dan Kementrian Kesehatan telah selesai mengembangkan alat costing (costing tools) yaitu sebuah alat untuk menilai efektivitas biaya pelayanan MDR-TB yang telah diuji di RS Moewardi Solo, Jawa Tengah. Dengan harapan agar alat ini mudah digunakan bagi Pemda maupun LSM yang bergerak di bidang TB sebagai alat advokasi. 
   Model ini memperhitungkan beban biaya ekonomi akibat penyakit TB dengan melihat alur kejadian dan biaya yang timbul baik pasien yang diobati maupun tidak diobati. Adapun jenis biaya yang diperhitungkan diantaranya :
  1. Biaya medis TB dari pasien yang dirawat
  2. Beban biaya rumah tangga untuk pasien yang diobati
  3. Kerugian produktivitas akibat disabilitas
  4. Kerugian produktivitas akibat kematian prematur 

  Gambar Metodologi yang digunakan dalam simulasi ini adalah dengan memperhitungkan seluruh biaya langsung pelayanan berdasarkan standar pelayanan TB dan biaya-biaya tidak langsung seperti kegiatan preventif dan promotif program TB berdasarkan pengeluaran Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Jawa Tengah. Hasil dari biaya tersebut kemudian disesuaikan dengan epidemiologi dan targetnya hingga tahun 2021.
sumber disini

Keterangan :
  • Semua asumsi pembiayaan dapat sepenuhnya disesuaikan dan mudah diperbaharui dalam alat penghitungan
  • Hitungan berdasarkan data 2011 dan diproyeksi hingga tahun 2021  
  • Laju pertumbuhan masyarakat tahunan = 1%  
  • Biaya inflasi nasional = 4.5%  
  • Biaya ditampilkan dalam US dolar  
  • Biaya dari biaya rawat inap pasien untuk sementara menggunakan tarif yang dikumpulkan dari rumah sakit 
   
   Dengan perkiraan  443.000 kasus TB per tahun. Setiap pencegahan kasus TB dapat menghemat beban biaya yang dikeluarkan pemerintah. Dengan memperkuat pencegahan kasus, maka untuk penyakit TB dapat menghemat biaya sistem kesehatan hingga mencapai $171 dan mengemat pengeluaran keluarga hingga $791. 
   Sedangkan untuk MDR-TB, biaya yang dapat ditekan mencapai $4,972 dan beban keluarga mencapai $4,077. Oleh karena itu, pembiayaan TB yang hanya kurang lebih sebesar $20 cents per kapita dapat memberikan kontribusi yang besar dalam menurunkan kasus TB menjadi MDR-TB, melindungi individu dari kemiskinan, dan membangun ekonomi bangsa Indonesia (sumber: disini)

sumber referensi : 
- http://www.kpmak-ugm.org/2012-05-12-04-54-35/2012-05-12-05-03-45/article/415-beban-ekonomi-dan-biaya-layanan-kesehatan-program-tuberkulosis-di-indonesia.html
- http://blog.tbindonesia.or.id/


Batal Mengurus BPJS

Moocen Susan | Senin, Juni 09, 2014 | 7 Comments so far
   Hari Jumat kemarin aku ke rumah Pak RT bersama bapakku menanyakan prosedur bikin BPJS karena selama ini kami pakai Jamkesda. Kebetulan pak RT malam itu mau pergi rapat sosialisasi BPJS di Balai Desa. 

   Akhirnya kami pulang dan kembali lagi keesokan harinya. Sabtu pagi kami kembali kesana dan kata Pak RT kami harus ke kantor BPJS setempat untuk mendaftar.

   Senin pagi kami ke kantor BPJS. Aku diberi formulir isian peserta dan catatan syarat-syaratnya. 

Peserta BPJS dibagi 2 : 
  1.  PBI (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. 
  2. Non PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) : PNS, anggota TNI, Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non PNS, pegawai swasta, dll 
Adapun iurannya dibagi 3 kelas: 
  • Kelas 1 : Rp. 59.500,-/jiwa/bulan 
  • Kelas 2 : Rp. 42.500,-/jiwa/bulan 
  • Kelas 3 : Rp. 25.500,-/jiwa/bulan 
Dengan syarat menyerahkan fotokopi (KTP, KK, Buku Rekening BRI/BNI/Mandiri, dan pas photo berwarna 3x4) masing-masing 1 lembar. 

1 keluarga mengisi 1 lembar formulir BPJS. Semua berkas harus dilengkapi dulu saat mendaftar kemudian kita membayar iuran melalui Bank setelah itu kembali lagi ke kantor BPJS untuk aktivasi kartunya. Iuran harus rutin dibayar setiap bulannya dan ada denda bila kita terlambat mengiur. 

  Nah, setelah tadi aku berkonsultasi tentang CT scan sedangkan kami punyanya Jamkesda maka aku disarankan bertanya ke kantor DKK setempat tentang rumah sakit yang cover CT Scan ini dengan jamkesda dulu sebelum memutuskan mendaftar BPJS. 

   Sampailah aku di kantor DKK. Dari situ aku mendapat info kalau Jamkesda bisa juga cover CT scan tapi harus melalui prosedur dari awal. Sedangkan ketika kutanya pihak RS di Semarang bilangnya Jamkesda nya tidak berlaku karena sekarang yang dipakai adalah BPJS. Bapakku pasti disuruh periksa dahak lagi. padahal dahaknya susah keluar. Sedangkan dokterku merujuknya ke dokter swasta. Kalau pake BPJS ke dokter swasta ini katanya harus yang kelas 1 baru bisa CT Scan tapi itupun juga ga semua. 

   Perhitungannya kalau dalam keluargaku ada 3 orang berarti perbulannya harus bayar Rp. 178.500,- masih nombok lagi buat CT Scan. Kalau lihat iklannya sih pasien jamkesda sudah otomatis menjadi peserta BPJS kesehatan, tapi dari BPS ternyata dijatah.

Kata pak RT masalah BPJS untuk PBI (jamkesda yang di PBI-kan) menunggu kerjasama bapak Bupati setempat baru bisa. Kapan itu ya? Sedangkan kondisi bapakku makin hari makin lemah. Aku keluar dari kantor sambil menangis hanya bisa pasrah pada Tuhan apapun yang terjadi. Aku berkata pada Bapakku, "Sabar ya pak, mungkin Tuhan punya rencana lain. sementara ini berobat tradisional aja nggih pak. nanti tak buatkan jus buah. Sambil menunggu mujizat Tuhan."

Curhat Senin

Moocen Susan | Senin, Juni 09, 2014 | 4 Comments so far
   Awalnya aku juga ngerasa aneh kenapa ya aku sering emosi atau sensi kalau pas dapet. Ga tau tiba-tiba ada aja yang bikin marah, tapi harus tetap menguasai diri. Ini yang susah. Ada rasa bersalah di dalam diriku kalau abis marah ga jelas gitu. Dan kalau ada orang lain yang kutemui sedang sensi aku langsung mudeng, oh lagi dapet ni mbaknya pantesan sewot.
credit

   Terlepas dari sensi tiap bulan, pernah gak diantara teman-teman yang punya teman yang kalau ngomong atau tiap kali komentar itu isinya nyinyir, nyindir, dan minder ? Saya berusaha untuk tidak minderan dan selalu memotivasi teman-teman yang suka minder. Eh minder itu ga baik lo. Serius. Minder adalah tanda bahwa kita tidak bersyukur atas talenta yang Tuhan berikan. Minder itu cenderung sombong. 

   Manusia emang ga pernah puas atas apa yang diraihnya, Disatu sisi ya emang bagus untuk memotivasi diri agar lebih maju tapi kalau minder trus ga mau berusaha itu namanya mematikan potensi diri. Atau ada yang bilang, "ah aku kan belum seperti si X yang sudah punya buku solo, atau yang sudah tembus di media ini itu." Apa ukuran kesuksesan dimatanya hanya seperti itu? 

   Rejeki itu kan Tuhan yang ngatur dan kita wajib berusaha. Dan kita ga perlu iri, karena sudah ada jatahnya masing-masing. Saya beberapa hari lalu memang sering banget ketiban menang lomba/ kuis, tapi apa ujung-ujungnya? Ada maksud Tuhan dibalik kemenangan saya ini, dikasih sangu buat berobat bapak saya. Uang itu hanya lewat. Kalau Tuhan kasih itu berarti kita sedang membutuhkan, kalau keinginan kita belum dikabulkan Tuhan itu tandanya kita belum sangat membutuhkan. Hanya sebatas ingin. 

   Seseorang bisa berhasil itu karena berusaha. Waktu yang Tuhan kasih kepada kita itu sama 24 jam sehari. Tapi kenapa berkat yang diterima beda-beda? Karena sebagian orang mau bayar harga, tidak bermalas-malasan. Ada orang yang bekerja demikian rupa sampai larut malam demi mencari sesuap nasi, ada orang yang hanya ingin menerima saja. Tentu hasilnya beda. Kadang ada juga yang minta bisa sesuatu tapi instan. Mana bisa begitu? Bahkan tumbuhan saja untuk tumbuh juga butuh waktu. Apa yang dilakukan oleh orang lain selama bertahun-tahun kita ingin lakukan dalam 5 menit? Impossible kayak gitu. Itu orang ga malas. Ga mau repot. 

   Kadang saya bingung menghadapi orang tipe begini. Kalau dibantuin terus nanti keterusan waktu saya habis buat ngurusi dia padahal saya juga butuh kerja nyari uang. Ya sudahlah mungkin lebih baik kita jaga jarak saja dengan orang model parasit begini. Kita ga akan bisa menyenangkan semua orang. Jika kamu ingin dihargai hargai diri sendiri dulu. Jangan gampangan juga biar ga diremehkan orang lain. 

   Yang kedua, beberapa hari lalu ada orang add pertemanan dengan saya. baru saya add belum ada 5 menit, eh langsung minta tolong vote karena dia mau ikutan lomba. Duh ni orang ga sopan banget, itu contoh orang yang mau menangnya sendiri. lomba kalau pakai sistem vote bikin kita kayak di tayangan "minta tolong" itu lho, bahkan  menghalalkan segala cara. orang ga kenal aja bisa sok akrab demi sebuah jempol. jempol itu gampang tinggal sekali klik aja sebenernya tapi jangan brutal gitu donk mintanya. kalau memang kita berteman baik dan udah lama kenal itu spontan dikasih. ya namanya juga usaha tapi tetep ga nyaman kalau gini. salam sensi deh.

Mengurus Surat-surat Berobat

Moocen Susan | Sabtu, Juni 07, 2014 | 4 Comments so far
   Entah mengapa masalah pengobatan bapakku ini rumit sekali. Sering mengalami penundaan dan kegagalan. Masalah kurang hasil lab, surat yang kurang lengkap, salah tulis nama dokter di surat rujukannya, belum punya kartu BPJS, dan rasanya benar-benar butuh perhatian ekstra memperkirakan tanggal kadaluwarsa surat rujukan puskesmas juga yang hanya sebulan. 

   Jadi biar ga bolak balik semua butuh persiapan dan aku adalah orang yang selalu melakukan persiapan. Meski sudah sedetil itu melakukan persiapannya ada aja gagalnya. Nah lho, jadi segala sesuatu butuh pimpinan Tuhan juga. Hari ini aku tiba-tiba digerakkan Tuhan untuk membuka website rumah sakit yang akan kukunjungi untuk mencari informasi disana. Untungnya ada dan komplit, padahal tadinya mau telepon ke bagian informasinya. 

   Dari website nya aku tahu bahwa ada surat yang kurang lengkap untuk proses pendaftaran pasiennya yaitu surat rujukan dari rumah sakit setempat. Kenapa ga terpikir dari kemarin ya? Pas di Solo kan juga perlu surat ini, jadi rencananya aku kembali ke RSU untuk meminta surat rujukan lagi ke Semarang + benerin nama dokternya yang salah. Surat rujukan puskesmas masih berlaku jadi ga perlu ke puskesmas lagi. Senin mengurus BPJS ke kantornya.

   Dan kemudahan berikutnya adalah untungnya dokternya ini fast respon kalau kuemail, jadi aku cukup terbantu. Dari emailnya aku tahu kalau beliau tidak ada di tempat minggu ini. So, aku ga kecelik. Semua aku perkirakan dengan matang, mikir transportasi, mikir kesehatanku juga, mikir dana juga karena kami dirujuknya ke dokter swasta agar tidak ribet. Beneran aku agak keki soal dahaknya bapakku yang ga bisa keluar sedangkan kalau mau periksa di umum harus pake dahak dulu. 

   Prosedur oh prosedur kenapa ga ada dispensasi sama sekali. Seharusnya kalau dahaknya emang diapa-apain ga bisa keluar ya apa ga cukup foto rontgen aja bahkan kalau mau lebih jelasnya bisa di CT Scan. Mungkin emang harus begini ya okelah diikuti aja apa maunya. Sory agak emosi karena aku mencemaskan sekali kondisi bapakku.

Aku Cemaskan Kondisi Bapakku

Moocen Susan | Jumat, Juni 06, 2014 | 13 Comments so far
   Kondisi bapakku cukup membingungkan. Aku jadi sering ga konsen menulis dan lebih banyak browsing tentang penyakit bapakku di internet. Gejala yang dialami bapakku diantaranya : 

  • Udah mulai malas ngapa-ngapain 
  • Malaise/ badan terasa lemah 
  • Nafsu makan berkurang atau kadang doyan-kadang nggak
  • Meriang hilang timbul 
  • Nafas sesak dan kadang ngos-ngosan bila sedang panic/ capek 
  • Tanpa batuk 
  • Dahak tidak bisa keluar 
  • Badan terasa pegal hingga ditempeli koyo cabe 
  • Berat badan turun terus 
  Jika diingat kembali riwayat penyebab bapakku sakit TB karena dulu waktu masih muda bapakku pernah jadi perokok pasif, bergaul di lingkungan teman-temannya yang perokok. Sering kena angin malam, tidur di tempat yang lembab, dan kurang menjaga kebersihan. 
 
foto ini diambil di RSU Blora sambil menunggu hasil rontgen
   Kadang susah juga menasihati orang lanjut usia untuk menjaga kebersihan. Kadang butuh kesabaran ekstra dan berulangkali membujuk bapakku untuk memperhatikan makanannya, tempat makannya, dan obat yang diminum. Ada rasa gregetan juga kalau ada makanan tidak segera habis atau sampai lama ga dimakan-makan. Dibuang sayang, diberikan orang sudah terlambat sudah tidak layak makan. Kalau aku ingatkan bapak itu sudah basi/ kadaluwarsa, bapakku pasti ngeyel. "Ah masih bisa dimakan, ora popo iki" - arggghhhhh!!!! Aku memang paling cerewet kalau makanan sampe disimpan berhari-hari. 
   Bapakku sempat Berobat TB dan pernah putus obat lalu jadi MDR TB. Dirujuk ke BP4 Pati baru control 2x kata dokternya ga bisa sembuh akhirnya balik lagi ke puskesmas. Cuma dikasih OBH dan obat generik kayak batuk biasa. Lama tidak berobat dan ga ngecek lagi sudah bersih atau belum TBnya dan karena sering mengeluh sesak nafas akhirnya aku bujuk berobat lagi ke rumah sakit. 
   Aku ngurus surat rujukan dari puskesmas ke rumah sakit untuk minta rontgen paru. Karena kelalaian petugas puskesmasnya untuk setempel surat rujukan puskesmas membuatku pulang pergi bolak balik puskesmas rumah sakit naik sepeda berkejaran dengan waktu karena setengah jam lagi loket pendaftaran rumah sakitnya akan tutup.
  Setelah balik ke rumah sakit sambil bawa surat rujukan yang sudah distempel dan menjalani rontgen ternyata hasilnya kondisi paru bapak makin parah 
kesan : TB Pulmo lesia luas dengan tanda aktif

dan dokter merujuk ke RS di Solo. Sampai disana kami ditolak dengan alasan tidak melampirkan hasil laborat dahak dan seandainya dahaknya tidak BTA (+) juga tidak diterima dengan alasan tidak sesuai prosedur. 
    Kami kembali ke Blora dengan tangan hampa, konsultasi lagi dengan dokter di Blora dan beliau akhirnya membuat lagi surat rujukan ke dokter di RSUP kariadi Semarang dan milih yang swasta saja (biaya sendiri) agar lebih cepat penanganannya/ tidak ribet dengan prosedur. 
   Belajar dari pengalaman di Solo, aku berusaha untuk kontak dokternya via email dulu supaya efisien waktu.  Untungnya langsung dibalas, aku tanya apa bisa konsul kesana tanpa BTA-BTA nan. Aku tunjukin foto rontgen bapak dan dia bilang harus CT Scan, lalu kami ditanya soal hasil ureum, kreatinin, dan glukosa sewaktu. Besoknya aku kembali ke rumah sakit lagi dan memeriksakan darah bapak di lab. Setelah keluar hasilnya aku email lagi ke dokter di Semarang dan beliau mengatakan jika kondisi bapakku baik bisa langsung di CT Scan. 
   Kendala muncul yaitu masalah biaya. Selama ini kami pakai jamkesda, dan aku memperoleh informasi jika sekarang jamannya BPJS. BPJS juga cover CT Scan. Tapi karena kami konsulnya ke dokter swasta katanya tetep nombok meski pake BPJS, kalau pakai cara periksa yang ke umum dokternya belum tentu dokter ini karena giliran, dan pasti yang jadi andalan BTA lagi. Mending kalau dahak bapakku bisa keluar, lah ini ga bisa sama sekali. Entahlah mungkin memang harus nombok atau ada BPJS yang cover semua tanpa diminta BTA? 
   Capek dengan prosedur sedangkan keselamatan bapakku sangat kuutamakan dan biaya jadi kendala. 6 jam sebelum di CT Scan harus puasa dulu. Kami belum sempat ke Semarang karena masih mengurus BPJS di Blora. Semoga penyakit bapakku segera ketahuan dan bisa segera ditangani. Untuk sementara aku masih mengusahakan agar bapakku makan makanan yang bergizi, mengandung karbohidrat dan protein, minum jus buah segar setiap hari, dan berjemur. Dan karena saking cemasnya, setiap malam saat bapakku sedang tidur aku selalu menjenguk bapakku di kamarnya kalau kalau ada keluhan tiba-tiba. Aku selalu menanyakan kondisinya, makannya, dan sakitnya. ini sudah cemas tingkat dewa rasanya. Adakah saran pembaca yang budiman tentang apa yang harus saya lakukan?