Bicara soal cinta, menurutku cinta = kasih, tapi kasih belum tentu cinta. Kok bisa? Ya, karena kalau kita mencintai seseorang, sudah pasti kita mengasihi orang tersebut. Sebaliknya, kalau kita mengasihi orang itu belum tentu kita mencintainya. Ya, bisa dibilang sekedar rasa sayang aja.
“Aku sayang kamu, tapi aku tidak cinta,” itulah penolakan dari seseorang yang kucinta yang terdengar lembut di telinga tapi cukup menyayat hatiku.
Kasih yang kurasakan hingga usiaku yang sudah 31 tahun ini adalah kasihnya Tuhan dalam hidupku (kasih agape), kasih sayang keluargaku (kasih storge), dan kasih dari teman-teman/ sahabatku (kasih philia). Sejujurnya, aku belum pernah merasakan cinta yang tulus dari seorang kekasih karena aku belum pernah pacaran. Cintaku cinta monyet mulu. (Monyet kok dicintai? :P )
Beberapa kali aku sempat jatuh cinta tapi dia yang kucintai tidak mencintaiku alias bertepuk sebelah tangan. Saat itu aku langsung inget lirik lagunya The Rock yang berjudul “Selir hati"
♪♪ Aku cinta kamu, tapi kamu tak cinta aku…♪♪ </3
Karena berulangkali patah hati itu ada masa dimana aku mulai tawar hati dan meragukan cinta. Aku pun bertanya kepada rumput yang bergoyang, “Tanyalah dunia apa itu cinta? Apakah masih ada cinta dari seorang kekasih untukku? Mengapa sampai saat ini aku terus menerus bertemu dengan orang yang salah yang mengharuskan cinta yang bersyarat?”
Kata Pak Mario, “ Cinta tak pernah salah, yang salah adalah cara kita mencintai dan cinta kepada orang yang salah lah yang membuat kita jadi kegagalan cinta.”
Segala kegalauan hatiku itu pupus ketika blogwalking ke blog teman-teman yang menulis tentang bagaimana mereka menemukan jodohnya dan menikah. Selain itu aku sering menonton acara kesaksian di TV rohani tentang unconditional love (cinta tak bersyarat), seperti kisah nyata cinta sejati antara Ralph dan Alice Lui berjudul LOVE NEVER FAILS disini.
|
ilustrasi oleh penulis sendiri |
Kisahnya menceritakan tentang suami istri yang dikaruniai wajah yang tampan dan cantik. Mereka berdua sangat beriman dan mengasihi Tuhan, serta saling mencintai dan sangat bahagia. Tetapi seminggu setelah mereka menikah, sang suami terkena kanker. Sel-sel kanker ganas itu menggerogoti bagian wajah suaminya sehingga wajahnya tidak tampan lagi. Disinilah cinta istri kepada suaminya diuji. Tetapi walaupun wajah suaminya buruk rupa, sang istri tetap setia melayani dan merawat suaminya hingga akhirnya suaminya meninggal.
Dulu aku pengen punya pacar umur 24 tahun dan menikah umur 25 tahun. Ya namanya keinginan tidak selalu selaras dengan kenyataan. Di usia itu aku malah sakit parah. Aku hidup jauh dari orangtuaku karena harus merantau keluar kota. Saat itu aku merasa kehilangan masa muda.
Aku sempat protes pada Tuhan. Bagaimana aku bisa punya pacar kalau tiap hari cuma bisa berbaring dan muntah berkepanjangan? Tapi Tuhan itu baik. Apa yang tidak pernah kupikirkan dan bayangkan, Ia sediakan meski bukan cinta kekasih tapi Tuhan tahu aku baru butuh kasih sayang seorang sahabat saja.
Ketika aku sakit, salah seorang teman kantorku menyarankanku untuk menulis kisah penyakit yang kuderita di koran rubrik surat pembaca. Maksudnya cuma ingin mendapat saran pengobatan siapa tahu ada yang pernah mengalami kasus serupa denganku. Dalam sehari aku sudah seperti artis. Banyak sms dan telepon yang masuk ke hpku. Banyak memperhatikanku rupanya, ada yang punya maksud biar dagangan obatnya laku tetapi ada yang memang benar-benar tulus dan peduli memberikan motivasi.
Seminggu kemudian, di sebuah warung nasi goreng babat stadion Semarang, koran itupun tergeletak begitu saja. Ada seorang cowok yang sedang makan nasi goreng yang kemudian mengambil serta membaca koran bekas itu. Pandangannya tertuju pada tulisanku di rubrik surat pembaca. Rupanya dia kasihan dan tergerak untuk menolongku. Tapi karena malu berkenalan denganku, akhirnya dia cuma miscall HPku terus.
Awalnya aku merasa orang ini iseng banget. Lantas aku sms dia. Singkat cerita kami akhirnya sms-an. Aku pengen tahu fotonya, dan dia beriku akun facebooknya. Dan aku kemudian ingin bertemu dengannya, tapi karena dia masih malu-malu akhirnya aku meminta tolong padanya untuk mengantarku terapi akupuntur agar dia tidak punya alasan lagi untuk menjadi malu.
Akhirnya dia datang juga kekosku. Aku memanggilnya Koko (kakak). Kagetnya aku karena yang datang tidak sama dengan yang di foto facebook. Aku pikir Koko ini ga bisa datang dan menyuruh temannya. Tapi kemudian dia baru mengaku kalau dia sengaja kasih foto lain yang terlihat lebih ganteng daripada aslinya. Tapi aku memaklumi rasa mindernya ini.
Penampilannya memang terlihat culun, dengan brompit (sepeda motor) bututnya dia mengantarku dengan tulus. Dia bertanya padaku, “Susan malu enggak bonceng brompit koko yang butut ini?”
“Ah nggak malu, yang penting nyampe di tujuan," jawabku.
Sepulang kerja tadi dia belum makan malam, dia rela menungguku diterapi selama kurang lebih sejam. Tahan lapar juga dia, ga kayak aku yang tiap 3 jam sekali harus makan.
Sejak pertemuan kami itu, dia jadi sering main ke kosku. Dia mengajakku ke rumah temannya untuk didoakan. Sepulang dari rumah temannya kupikir akan langsung pulang ke kos ternyata dia ajak aku makan di café. Jujur baru pertama kali aku diajak makan di café oleh cowok. Dalam keadaan mual dan tidak bisa makan makanan café, aku hanya menemaninya makan. Dia juga membelikan lampu baru untuk kamar kosku.
Aku jadi sering pergi berdua bersamanya tapi sayang aku tidak bisa menikmatinya karena rasa mual yang amat sangat yang kurasakan.
Aku kuat karena sayangnya padaku. Untuk menghiburku di tengah rasa mualku, dia mengajakku ke PRPP. Pada hari Minggu kami pergi ke gereja berdua. Saat ada pembagian tiket pengobatan gratis, dia rela berdesakan dengan orang banyak hanya untuk mendapatkan tiket berobat buatku. Dia juga mau berbagi makanan denganku saat aku tidak menghabiskan makanan yang sudah dibelinya.
Ketika aku harus diopname di rumah sakit, dia juga merawatku dan menemaniku. Dia mengantarku saat aku muntah di kamar mandi. Semua orang di rumah sakit berpikir kalau kami pacaran. Padahal kalau dia ditanya, aku bukan tipenya dan dia cuma kasihan padaku. Rasa sayangnya sudah cukup bagiku untuk bisa sedikit merasakan rasanya pacaran karena dia hanya suka pada cewek yang modis dan tajir (kaya).
Setiap kami makan berdua di warung, dia selalu membandingkanku dengan cewek lain. Kadang itu yang bikin bête, tapi aku tetap menghargai pilihannya. Aku hanya memikirkan penyakitku saja.
Pernah suatu kali, aku menemaninya makan di warung makan dan tiba-tiba ada cewek modis yang cantik makan bersama cowoknya, lalu dia nyeletuk “Koko maunya cewek yang kayak gitu lho.”
Mendengar kata-katanya itu aku cuma senyum aja.
Ya, kami hanya bersahabat. Aku tidak menuntut dia mencintaiku. Aku sangat bersyukur di perantauan dalam keadaan sakit Tuhan mengirim dia untuk menolongku. Andai tak ada dia, aku sungguh tidak tahu bagaimana aku bisa kuat menghadapi sakitku..
Apalagi saat aku muntah berjam-jam dan tak kuat beli makan sendiri, dia datang untuk membelikanku makanan padahal hari itu hujan turun sangat lebat. Dia bisa memilih untuk tiduran di rumah daripada harus merawatku. Tapi karena rasa sayangnya yang besar padaku dia tetap datang meski orangtuanya melarang kami berteman. Dia tetap nekad.
Itulah kasih sayang dari seorang sahabat tak disangka yang pernah kurasakan seumur hidupku. Lima bulan saja kami bersama dan akhirnya aku harus pulang ke kampung halamanku. Terima kasih Tuhan atas kasih sahabat yang Kau anugerahkan padaku di tengah masa kesesakanku. Kini sudah 5 tahun berlalu, aku sudah sembuh, dan dia tak pernah lagi datang menemuiku. Kasih sayangnya yang selalu jadi kenangan terindah dalam hidupku. Terima kasih koko, kalau ga ada koko mungkin aku sudah tidak tertolong lagi.