Bapakku adalah orang yang paling sayang padaku. Sejak kecil aku memang lebih dekat dengan bapak ketimbang ibuku. Saat aku diajak bapak jalan-jalan ke pasar, aku melihat sebuah tas seharga Rp.500,- (tahun 1986) dan aku ingin membelinya lalu meminta bapakku mendaftarkanku sekolah TK.
Aku sekolah di TK Tunas Rimba. Aku masih ingat waktu pertama kali aku masuk Taman Kanak-Kanak, aku sangat takut ditinggal sendirian di kelas. Aku ingin bapakku ikut duduk di kelas bersamaku. Aku menangis meraung-raung dan tidak mau sekolah lagi. Waktu itu umurku masih 3,5 tahun dan aku berhenti sekolah di TK dalam waktu sehari.
Setahun kemudian, aku pindah ke TK Sion Blora. Kali ini aku betah, mungkin karena sudah agak besar jadi tidak takut lagi seperti dulu.Di rumah, kami tidak punya jam dinding. Satu-satunya jam di rumah kami adalah jam tangan bapakku. Setiap berangkat ke sekolah, kakiku selalu diikat dengan kain agar kakiku tidak masuk ke jeruji sepeda. Dalam perjalanan ke sekolah aku selalu bertanya : “ini jam berapa pak, Susan telat gak?” Setiap aku bertanya begitu bapak selalu menjawab: “Ora..ora.” dan itu sangat melegakan.
Beberapa saat kemudian saya bertanya hal yang sama lagi.
Aku pernah telat dijemput bapakku di sekolah. Semua teman-temanku sudah pada pulang, sedangkan aku masih di sana bersama guru yang sedang rapat. Dalam hati aku begitu marah pada bapakku karena telat menjemputku. Aku sudah bersiap untuk marah-marah, Tapi anehnya ketika bapakku datang menjemputku aku tidak jadi marah.
Aku suka membuang topi saat bapak mencoba memasangkan topi untukku agar aku tidak kepanasan. Tapi aku bandel dan kubuang topi itu karena risih. Topi mirip "Pak Tino Sidin" itu hilang terbawa angin.
Waktu aku dimarahi ibuku, aku selalu menangis dan tidak mau berhenti sampai bapakku pulang. Kalau aku ngambek pasti aku duduk di lantai sambil menangis sekeras-kerasnya. Hingga ibuku datang membawa sapu lidi dan menyuruhku berhenti menangis. Sejak saat itu aku tidak pernah menangis lagi sampai di hari meninggalnya ibuku aku tidak bisa menangis karena ibuku melarangku menangis.
Aku juga pernah dimarahi bapak karena aku lalai menaruh baju ganti saat jadi pemain opera drama natal di sasana bhakti. Guru Sekolah Mingguku mengganti bajuku yang hilang itu tapi bapak tak berhenti menyalahkan kelalaianku.
Aku hanya piknik sekali dalam seumur hidup bersama keluargaku yaitu di kebun binatang Wonokromo, Surabaya. Aku merayakan pesta ulangtahunku hanya sekali saat umurku 10 tahun. Aku hanya punya sebuah boneka yang bisa menangis dan tertawa. Akhirnya aku mendapat boneka panda saat hari natal tiba karena aku rajin ke sekolah minggu.
Mainan Kincir anginku pernah dicuri tetangga sebelah rumahku. Aku suka main pasaran waktu masih kecil. Setiap ada Taman Hiburan aku selalu membeli mainan pasaran.
Setiap aku lupa membawa buku PR, bapakku rela kembali ke rumah untuk mengambil bukuku agar aku tidak dihukum bu guru. Waktu aku sedang sakit dan bapak harus rapat di gereja, beliau selalu mengutamakanku.
|
credit | |
Bapakku adalah ayah yang marah ketika aku main hujan-hujanan. Meski bapakku marah beliau tidak pernah memukulku.
Setiap bangun pagi, bapakku selalu berdoa kepada Tuhan. Dan ketika aku lihat bapakku sedang berdoa aku duduk di pangkuan bapakku dan mengganggu bapakku tapi bapakku tetap kusyuk berdoa. Aku minta digendong meski sudah kelas 3 SD.
Dulu bapakku sangat kuat. Beliau kuat bersepeda jarak jauh sambil membawa 2 jerigen minyak tanah dan bensin untuk dijual kembali.
Kini, umurku sudah 31 tahun dan bapakku sudah 79 tahun. Beliau sudah tidak kuat lagi seperti dulu. Bapakku hanya punya 2 gigi yang masih kuat dan 60% fungsi paru-parunya. Kadang aku tidak tega melihat kondisi fisiknya yang lemah.
Aku rela masak nasi lebih lembek dan masak wortel lebih lama agar empuk meski vitaminnya bisa hilang demi bapakku. Aku rela memberikan kamarku dan tidur di sofa demi agar bapakku tidak kedinginan dan sesak nafas. Asal bapak tetap sehat dan bahagia aku sudah sangat bersyukur.
Aku selalu mengawasi bapakku ketika beliau sedang tidur. Aku sangat takut ditinggalkan oleh bapakku. Saat sedang kuperhatikan rupanya beliau terbangun dan bertanya, “Ada apa Sus?”
Aku hanya menggeleng dan pergi tidur kembali.
Aku selalu cemas kalau bapakku tidak segera pulang ke rumah dari jalan-jalan. Setiap memasak aku selalu bertanya, “Enak pak?” Ketika aku tanya begitu pasti bapakku bilang “enak” ah tapi aku tidak percaya, karena bapakku itu kadang seperti pinokio. Beliau bilang enak padahal tidak begitu enak. Aku tahu kalau bapaku memaksa makan makanan dengan rasa yang sama setiap hari karena aku tidak pandai memasak.
Kadang bapakku sangat ceroboh, beliau selalu sulit untuk dinasihati. Aku paling cemas kalau beliau makan sembarangan atau minum obat tanpa pengawasanku. Pernah kutemukan obat diare di dalam lemari pakaian. Uh, sangat jorok! Aku kadang bisa marah karena hal seperti itu. Atau ketika bapakku sakit dan beliau tidak mau kuantar ke puskesmas untuk berobat karena belum merasa perlu. Aku pasti sangat sulit membujuknya untuk mau berobat.
Terkadang bapakku juga rewel dan sering berubah pikiran, itu juga kadang membuatku kesal. Tapi dari semuanya itu, aku sangat sayang bapakku dan tidak ingin bapakku sakit. Sakit sedikit saja aku pasti langsung cemas hingga marah. Marahku bukan karena aku benci tapi karena kecemasanku berlebihan.
Bersabarlah dan tunggu sdikit lagi, aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh agar bapak punya kamar yang layak . Aku ingin bapak tetap kuat sampai aku berumah tangga kelak. Oleh karena itu bertahanlah pak, anakmu ini sedang berupaya.